DENPASAR, BALIPOST.com – Peletakan batu pertama Kantor Majelis Desa Adat merupakan salah satu langkah konkret dari arah kebijakan dan program pembangunan Pemerintah Provinsi Bali yang menunjukkan orientasi dan keberpihakan dalam pemajuan adat di Bali. Demikian disampaikan Rektor Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, Prof. Dr. Drh. I Made Damriyasa, M.S.
Arah dan kebijakan terkait dengan pemajuan adat di Bali diawali dengan regulasi yang memperkuat dan memberdayakan kedudukan serta kewenangan desa adat, sehingga desa adat menjadi subjek hukum yang kuat. ‘’Regulasinya diwujudkan melalui Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Selanjutnya provinsi membentuk organisasi perangkat daerah (OPD) yang khusus menangani desa adat yaitu Dinas Pemajuan Masyarakat Adat. Tahun 2020 dinas tersebut memantapkan tugas pokok dan fungsinya yang secara khusus mengurus desa adat. Di antaranya, kata Damriyasa, yakni memantapkan tata kelola keuangan desa adat yang bersumber dari APBD dan pembentukan tim yang bertugas mendampingi prajuru desa adat dalam melaksanakan program dan kewenangan sesuai dengan Perda Desa Adat yang melibatkan perguruan tinggi se-Bali. ‘’Tahun ini juga dilakukan Pembangunan Kantor Majelis Desa Adat yang representatif dengan sarana-prasarana serta fasilitas yang memadai untuk mendukung kegiatan adat,’’ kata Damriyasa.
Semua arah kebijakan dan program tersebut untuk pemajuan adat, sehingga desa adat sebagai lembaga yang kuat dalam menyelenggarakan fungsinya antara lain: pelestarian dan pembinaan seni, budaya, dan kearifan lokal bagi krama Bali, memperkuat jati diri dan integritas moral krama Bali sesuai dengan nilai-nilai adat istiadat, agama, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal, mengembangkan perekonomian rakyat dan mengembangkan tata kehidupan krama Bali sesuai nilai-nilai Sad Kertih.
Sementara itu, dosen Pascasarjana Unhi Dr. Wayan Budi Utama mengatakan perlunya ada sosialisasi lebih lanjut kepada publik mengenai manfaat gedung MDA. ‘’Terkait dengan rencana pembangunan gedung tentunya pemda punya catatan tentang keperluan dan asas manfaat dari gedung dimaksud. Dalam hal ini mungkin perlu disosialisasikan kepada publik manfaat gedung itu sehingga tidak mubazir,’’ kata Budi Utama.
Sebelumnya, ada pengalaman pembangunan gedung berakhir tidak jelas pemanfaatannya. ‘’Seingat saya dulu pemda pernah membangun gedung kesenian di masing-masing kabupaten. Jarang atau mungkin tak terdengar penggunaan gedung dimaksud saat ini,’’ papar Budi Utama. (Ketut Winatha/balipost)