DENPASAR, BALIPOST.com – Bisnis akomodasi di Bali begitu masif. Di 2019 saja ada 2.326 unit kamar akomodasi baru di Bali.

Kondisi ini, sebut pelaku perhotelan, Dewa Ketut Lipur, menciptakan peluang bagi online travel agent (OTA). Suksesnya peran OTA dalam membantu bisnis akomodasi dibarengi dengan besarnya patokan komisi yang mereka tagihkan, berkisar 18-25 persen.

Sayangnya 80 persen yang beroperasi di Indonesia adalah OTA asal luar negeri, seperti China, Thailand, Amerika, India, dan lain-lain. Pemerintah pun sulit menarik pajak para pelaku OTA ini karena uang komisi sudah terpotong otomatis sejak kamar dipesan online. “Dari fakta itu, harus ada revolusi dalam pemasaran dan penjualan akomodasi wisata secara online,” ujarnya.

Baca juga:  Tengah Malam, Jasad 3 Anak yang Meninggal Minum Racun "Makingsan Ring Geni"

Ia pun bersama putranya, Dewa Wahyu dan temannya Anggha Sanjaya, mendirikan Omni Hotelier. Salah satu solusi yang Omni Hotelier tawarkan adalah sebuah sistem yang memungkinkan tamu dapat melakukan reservasi online dari website hotel.

Artinya, Omni Hotelier mendorong terciptanya lebih banyak online direct booking ketimbang hotel terus berharap mendapatkan reservasi dari OTA asing saja. Tanpa adanya sistem seperti ini, hotel biasanya melayani pesanan melalui telepon atau email yang sudah sangat ketinggalan zaman karena membuang banyak waktu dalam prosesnya.

Baca juga:  Data OTA, Bali Paling Dicari di Penjualan Tiket Online

Sejak berdiri pada 2018, ia berfokus pada pembangunan sistem reservasi online yang akhirnya rampung pada Juni 2019. Di 2 bulan pertama sudah berhasil melakukan manajemen reservasi dari 3 hotel dan villa dengan nilai lebih dari 200 juta rupiah.

Di tahun keduanya Omni Hotelier ingin mempertegas eksistensinya di bisnis
e-commerce. “Kami meluncurkan Omni Hotelier Booking Engine,” sebutnya, Senin (27/1). (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *