Penjor Pengurip Gumi dipasang selama karya agung digelar di Pura Luhur Batukau. (BP/ara)

TABANAN, BALIPOST.com – Setelah karya agung mamugkah pada April 1993 lalu, kemudian disusul karya agung penaweng jagat dan pengurip gumi pada 2006, kini kembali digelar karya serupa di Pura Luhur Batukau, Desa Wongaya Gede, Penebel, Tabanan. Kali ini berupa Karya Agung Pangurip Gumi.

Puncak karya ini jatuh pada Kamis, Umanis, Dungulan (20/2) mendatang atau bertepatan dengan puncak pujawali di pura ini. Sejumlah persiapan upakara sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu oleh krama pangempon pura sad kahyangan ini. Bahkan, Rabu (29/1) hari ini digelar kegiatan melasti ke segara Tanah Lot.

Ketua Umum Panitia Karya Dr. Komang Gede Sanjaya, SE., MM., mengatakan, karya agung yang akan diselenggaran di Pura Luhur Batukau ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan, keserasian, keharmonisan dan kelestarian bumi secara sekala dan niskala. Agar alam semesta berserta isinya mendapatkan kerahayuan. Karena itu, pihaknya berharap umat se-dharma bisa ikut menyukseskan penyelenggaraan karya ini.

Baca juga:  Krama "Ngayah" Persiapan Melasti Pengurip Gumi Pura Luhur Batukau

Sanjaya menyebutkan salah satu kegiatan yang dilaksanakan pada karya agung ini adalah ritual melasti berjalan kaki sejauh 43 kilometer dari Pura Luhur Batukau sampai di Pura Luhur Tanah Lot, kemudian dari Tanah Lot lagi jalan, istirahat di Pura Puseh Tabanan, lanjut lagi ke Pura Luhur Batukau.

Ribuan pangiring akan berjalan kaki dari Pura Luhur Batukau menuju segara. Ini akan berlangsung selama empat hari, yakni mulai Rabu (29/1) hingga Sabtu (1/2). Saat kegiatan ini, Ida Bhatara yang melasti bukan saja yang berstana di Pura Luhur Batukau, tetapi juga diikuti pura-pura lainya yang termasuk dalam jajar kemiri Pura Luhur Batukau, seperti Pura Batu Salahan, Pura Petali, Pura Puncak Sari, Pura Tambawaras, Pura Luhur Puncak Kedaton, serta Pura Luhur Besi Kalung.

Baca juga:  Ditinggal Sembahyang Galungan, Bale Dangin Warga Babahan Terbakar

Bendesa Adat Wongaya Gede Ketut Sucipto menambahkan, rangkaian karya ini sudah dimulai sejak Selasa (12/11/2019) lalu dengan upakara matur piuning, ngaku agem dan pemiyut. Upakara ini berlangsung di Pura Luhur Batukau yang dipuput Mangku Gede Pura Luhur Batukau, Jero Kubayan.

Sejak saat itu, rangkain kegiatan upakara akan semakin padat. Misalnya pada Senin (18/11), nanceb wewangunan yadnya, ngawit makarya.

Kegiatan semakin padat menjelang puncak karya. Karena sebelumnya juga digelar beberapa rangkaian upakara penting, seprti nunas tirta, melaspas Bagia Pulakerti, nuur tirta, mapepada, serta melasti. Karya ini baru akan berakhir pada Rabu (2/4/2020) mendatang yang diakhiri dengan ngaturang banten bulan pitung dina.

Baca juga:  Bertambah Puluhan Kasus COViD-19, Klaster Ini Dominasi Tambahan di Tabanan

Namun, sebelum berakhirnya karya ini, setelah puncak karya, juga dilangsungkan karya Ngelawa. Upakara ini sama dengan melasti, namun rutenya berbeda.

Waktu yang diperlukan selama tiga hari, berjalan kaki menuju beberapa pura dan desa yang ada di seputaran Pura Luhur Batukau, seperti Desa Sangketan, Penatahan, Tengkudak dan kembali ke Pura Luhur Batukau. Dikatakan, kegiatan serupa terakhir dilakukan pada 20-23 Maret 1993 (melasti) dan 14-17 Mei 1993 (ngelawa). (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *