Suasana pelaksanaan tes kompetensi dasar CPNS. (BP/dok)

Oleh Nyoman Sukamara

Seleksi Kompetensi Dasar, sebagai bagian dari proses pengadaan 197.111 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari 4.195.837 pelamar yang telah lolos seleksi administrasi di seluruh Indonesia, untuk di Bali dilaksanakan mulai 28 Januari 2020. Satu formasi CPNS yang diperebutkan oleh rata-rata lebih dari 25 pelamar menunjukkan sebuah persaingan ketat.

Pertanyaan sekaligus keheranan pernah diungkapkan Renhald Kasali tentang tingginya minat generasi muda menjadi PNS (Jawa Pos 24 Juni 2016). Pertanyaan senada diulang oleh Tajuk Rencana Harian Kompas 28 Desember 2019.

Kenapa di tengah persaingan yang begitu ketat, PNS tetap menjadi pilihan profesi bagi banyak pelamar. Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Drajat Tri Kartono mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang mendasari PNS masih diburu banyak orang. Pertama, masih lemahnya kemampuan sektor industri swasta dalam menampung jumlah tenaga kerja. Kedua, karena orientasi simbolik dari pekerjaan PNS masih cukup tinggi. Menjadi PNS masih dipandang terhormat (Surya Hanggea Saptari, Bali Post, 19 November 2019).

Sejalan alasan kedua di atas, hasil jajak pendapat Harian Kompas melalui telepon terhadap 542 responden mahasiswa berusia minimal 17 tahun yang tersebar di 34 provinsi, menunjukkan motivasi menjadi PNS berturut-turut 34,7 persen karena kejelasan karier, jaminan pensiun 33,8 persen, karena tugas mulia 15,3 persen dan pekerjaan bergensi 5,2 persen (Kompas, 28 Desember 2019). Sedangkan penelitian yang dilakukan terhadap CPNS hasil pengadaan melalui sistem computer assisted test (CAT) tahun 2016-2019 mengungkapkan lima kelompok alasan kenapa mereka memilih Aparatur Sipil Negara atau ASN (pofesi PNS) sebagai profesi (Jurnal Widya Praja, BPSDM Provinsi Bali, Desember Tahun 2018).

Empat alasan pertama yang sejalan dengan temuan Kompas adalah 1) Keinginan untuk mengabdi kepada negara sesuai kompetensi, 2) Adanya jaminan kesejahteraan, 3) Adanya peluang pengembangan karier/profesional, 4) Adanya kebanggaan/prestise menjadi PNS. Yang menarik adalah adanya alasan kelompok 5) Lain-lain alasan: bisa bekerja sambil mengurus anak, jam kerja fleksibel, bisa mengambil pekerjaan sampingan, disuruh orangtua, mencoba-coba, bekerja dekat dengan tempat tinggal, lebih mudah minta izin tidak hadir bila diperlukan, karena tidak bisa berbisnis, bisa sambil mengurus anak dan sebagainya.

Baca juga:  Membayangkan Hidup Tanpa Internet

Apa pun alasannya, sesungguhnya persaingan ketat ini patut disyukuri, karena semakin memberi peluang birokrasi mendapatkan PNS dengan kualitas terbaik. Pemenang persaingan ketat ini yang akan menjadi tulang punggung birokrasi ke depan. Dari mereka, pemerintah dan rakyat Indonesia berharap mewujudkan World Class Bureaucratie yang akan memberikan pelayanan publik terbaik.

Alasan-alasan yang diungkapkan baik dalam jajak pendapat Harian Kompas maupun hasil penelitian yang dimuat Widya Praja adalah keyakinan (believe) mereka tentang PNS. Sebagian dari alasan-alasan tersebut cukup idealis berupa believe positif (value) yang sejalan dengan nilai dasar ASN yaitu Akuntabel, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi (ANEKA).

Namun harus diakui alasan dalam kelompok kelima sebagaimana diungkapkan penelitian terakhir adalah believe (negatif) yang belum sejalan atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dasar ASN. Dengan gambaran tersebut ada dua hal yang perlu mendapat perhatian sebagai modal pengembangan sumber daya manusia (SDM) birokrasi ke depan: 1) sesungguhnya persaingan ketat dan sistem pengadaan yang baik dan dilaksanakan secara konsisten adalah peluang mendapatkan CPNS yang berkualitas, yang dalam dunia manajemen disebut dengan pegawai potensial, dan 2) seperangkat value dan believe yang belum sesuai nilai dasar ASN adalah investasi yang seharusnya dapat dikelola dan dikembangkan dengan tepat melalui manajemen PNS dan kepemimpinan yang baik.

Competitiveness dan Ekosistem Birokrasi

Manajemen kepegawaian yang berhasil adalah manajemen berdasarkan sistem merit. Sistem merit adalah sistem manajemen kepegawaian yang menekankan pertimbangan dasar kompetensi bagi calon yang diangkat, ditempatkan, dipromosikan dan dipensiunkan (Kumorotomo, 2010). Sejalan dengan ini, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS telah menetapkan sebuah sistem pengadaan yang kompetitif baik dalam pengadaan CPNS maupun dalam pengisian seluruh jenjang jabatan birokrasi dengan menetapkan berbagai persyaratan kompetensi termasuk persyaratan integritas moral dan proses yang harus dilakukan secara terbuka dan kompetitif.

Baca juga:  Luka Ekonomi Pandemi Covid-19

Sebagai tahap awal, proses dan hasil pelaksanaan pengadaan CPNS dengan sistem CAT sesuai PP Nomor 11 Tahun 2017 cukup positif. Karenanya kualitas pelaksanaannya perlu dipertahankan bahkan semakin disempurnakan sebagaimana dilakukan pemerintah melalui Badan Kepegawaian Negara dengan mengadakan mekanisme sanggahan terhadap hasil seleksi administratif pada pelaksanaan tahun 2019. Proses pengadaan ini tidak saja berpeluang menghasilkan CPNS yang lebih berkualitas, tetapi juga mempunyai tren positif menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Selanjutnya, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS tidak hanya mengatur perihal pengadaan/pengisian jabatan, tetapi sebuah sistem yang sudah sangat lengkap mencakup 14 kegiatan manajemen PNS yang saling berkelindan, yang dimulai dengan penyusunan dan penetapan kebutuhan, sampai dengan perlindungan terhadap PNS. Namun pengalaman juga menunjukkan tetap saja tidak mudah mengimplementasikan (menerapkan) sebuah sistem (kebijakan nasional) dalam era otonomi daerah dan di NKRI yang sangat plural. Keberhasilannya tergantung kepada integritas keseluruhan sub-subsistem yang ada di dalamnya. Faktanya masih saja ada oknum-oknum di dalam maupun di luar birokrasi yang menyimpangi sistem sebagaimana diatur oleh PP 11 Tahun 2017 (Surya Hanggea Saptari, Bali Post, 19 November 2019). Bahkan di beberapa proses pengadaan CPNS, dan pengisian jabatan, masih terjadi penyimpangan dengan berbagai modus bahkan di antaranya telah menimbulkan implikasi hukum, sebagaimana ditunjukkan kasus tangkap tangan Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman, dalam kasus suap jual-beli jabatan (Kompas, 27 Oktober 2017) dan beberapa contoh lainnya.

Gambaran tersebut menegaskan bahwa sistem yang baik saja tidak cukup untuk mengelola organisasi. Amri Yusuf (2018) mengatakan bahwa kunci perubahan yang utama bukanlah pada perubahan struktur dan sistem, melainkan perubahan budaya dan mindset setiap insan pegawai. Maka bersamaan dengan implementasi manajemen PNS secara konsisten sebagaimana diatur oleh PP Nomor 11 Tahun 2017, membangun sikap profesional melalui pengembangan keseluruhan kompetensi PNS secara berkelanjutan menjadi sangat strategis.

Baca juga:  Pegawai Kontrak di Denpasar Ramai-ramai Daftar PPPK

Diperlukan proses pembinaan melalui implementasi manajemen PNS yang baik. Selanjutnya, di setiap kesempatan pemimpin harus menguatkan nilai-nilai (value) yang sudah sejalan dan melakukan transformasi/penyelarasan believe yang belum sejalan dengan nilai-nilai organisasi termasuk nilai-nilai dasar ASN sebagaimana UU No. 5 Tahun 2014 ke dalam pribadi PNS. Di antaranya dilakukan dengan mengingatkan dan menyadarkan PNS untuk menghargai, menghormati dan konsisten dengan pilihannya menjadi PNS dan mengingatkan akan risiko administrasi bahkan risiko pidana akibat pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Me-manage organisasi adalah tugas terpenting pimpinan. Untuk ini diperlukan peran pemimpin transformatif dan tidak kalah penting adalah peran keteladanan pemimpin. Dibutuhkan pemimpin yang siap dan mampu menjadi contoh, bukan sebaliknya, pemimpin yang sibuk menyalahkan bawahan sambil menunjuk contoh-contoh nun jauh di luar sana. Pada akhirnya dalam meningkatkan kompetensi (soft dan hard skill) pegawai adalah pelaksanaan kewajiban pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui lembaga-lembaga berwenang untuk memenuhi 20 jam pelatihan per tahun hak mengembangkan kompetensi setiap PNS.

Dalam dunia yang berubah sangat cepat dipicu kemajuan IT yang disruptif, maka pengembangan kompetensi (bahkan membangun kompetensi baru) menjadi kebutuhan mutlak. Kita sudah mulai menyemai benih baru melalui proses pengadaan yang baik. Tugas berikutnya adalah menciptakan sebuah ekosistem yang memungkinkan benih tersebut tumbuh, berkembang dan berbunga sampai pada waktunya menghasilkan buah yang siap dipanen. Dengan talenta-talenta terbaik dan ekosistem yang baik, kita berharap world classs bureaucrati yang memberikan pelayanan publik prima bukan sesuatu yang mustahil.

Penulis, widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Bali

 

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *