DENPASAR, BALIPOST.com – Hasil sebuah penelitian menyatakan 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah, 22 dalam ancaman kepunahan, 4 dalam kondisi sakaratul maut, dan 16 lainnya berstatus stabil tetapi terancam punah. Dahsyatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta modernisasi menjadi ancaman penyebab punahnya bahasa daerah. Bagaimana dengan bahasa Bali?
Joshua Fishman (1991), pakar sosiolinguistik terkemuka, membuat gradasi atau skala yang berguna untuk mendiagnosis tingkat dan sebab kepunahan bahasa. Skala tersebut dinamakan dengan Expanded Graded Intergenerational Disruption Scale (EGIDS). Fishman membuat skala angka 1 sampai 10. Bahasa yang masuk kategori kuat menempati skala nomor 1, sementara bahasa yang sudah punah menempati skala terendah yakni nomor 10.
Bahasa Bali berdasarkan EGIDS ditempatkan pada skala 5, artinya bahasa daerah yang masih berkembang. Skala 5 dari rentang 1-10 juga dimaknai masih rentannya bahasa Bali mengalami degradasi. Saat acara Evaluasi Akhir Tahun Penyuluh Bahasa Bali di Ksiraarnawa, Desember lalu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putu Suastini Koster mengakui bahwa gejala degradasi bahasa Bali sudah nampak di depan mata.
Menurut Putri Suastini Koster, gejala-gejala ‘’degradasi’’ bahasa Bali sudah mulai terasa. ‘’Saat ini banyak anak muda yang seakan-akan malu dan gengsi menggunakan bahasa Bali karena dianggap kuno. Di samping itu, banyak pula orangtua yang tidak memperkenalkan bahasa ibu tersebut kepada anak-anaknya,’’ tegasnya, beberapa hari lalu.
Gubernur Bali Wayan Koster dengan tegas mengaitkan antara bahasa Bali dengan identitas manusia Bali. Bahasa Bali disebutnya merupakan pengikat kebudayaan dan masyarakat Bali, yang menjadi jati diri serta identitas bagi masyarakat Bali. ‘’Untuk itu, bahasa Bali juga jadi salah satu dasar untuk rencana pembangunan Bali,’’ kata Koster dalam pembukaan Bulan Bahasa Bali, Sabtu (1/2).
Bulan Bahasa Bali merupakan salah satu implementasi dari Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Penggunaan dan Perlindungan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali. Sebelumnya telah pula dilakukan upaya penggunaan aksara Bali di papan nama kantor, baik pemerintah maupun swasta di Bali.
Pentingnya bahasa Bali sebagai penanda identitas manusia Bali mewajibkan semua pihak di Bali untuk teguh komitmennya pada penggunaan bahasa Bali sebagai sarana berkomunikasi. Kemunduran dalam pemakaian bahasa Bali berarti melemahkan identitas dan kematian bahasa Bali berarti punahnya karakter sosial budaya manusia Bali. Terdegradasinya bahasa Bali akan menjadi ancaman bagi identitas manusia Bali.
Kaprodi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) Dr. Drs. I Wayan Suardiana, M.Hum. menyatakan kegiatan Bulan Bahasa Bali merupakan tonggak penyelamatan dan penguatan budaya Bali. Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari semua kalangan, terutama generasi muda. “Artinya, sinergi antara pemerintah dan generasi muda patut disambut dengan upaya-upaya pemberdayaan agar generasi muda semakin cinta dan mampu memaknai Bulan Bahasa Bali dengan memahami teks-teks warisan leluhurnya,” tandas Suardiana, Minggu (2/2).
Untuk itu, ke depan pemerintah mesti mendorong generasi muda untuk membaca teks-teks yang ada dalam lontar agar mereka paham isinya untuk diterapkan dalam mengajegkan budaya Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan ‘’Kun’’ Adnyana menyatakan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di Taman Budaya Provinsi Bali, 1-27 Februari 2020 akan dijadikan sebagai fundamental aktivitas kebudayaan di Bali sepanjang satu tahun. ‘’Kami memiliki 6.000-an cakep lontar yang kemudian bisa diakses oleh masyarakat untuk dipelajari, dihayati,’’ ujarnya.
Itu sebabnya, lanjut Kun, pembukaan Bulan Bahasa Bali juga dimeriahkan dengan festival nyurat lontar yang diikuti 2.020 peserta. Mulai dari mahasiswa, pelajar, hingga penyuluh bahasa Bali. Lewat festival ini, masyarakat dikenalkan dengan pangerupak hingga daun lontar dengan tingkat kekeringan yang baik.
Tahun ini, Bulan Bahasa Bali mengangkat tema ‘’Melarapan Bulan Bahasa Bali Nyujur Atma Kertih’’. Tema ini mengandung visi bagaimana memuliakan dan menyucikan jiwa atau atma. Sedangkan maskotnya Manuk Dewata, yaitu burung yang akan mengantar atma (jiwa) ke surga. ‘’Kami memastikan semua kegiatan Bulan Bahasa Bali berhubungan dengan tema ‘Atma Kertih’, kalau tahun lalu masih belum dibingkai dengan tema. Sajian sendratari hingga isian lomba tahun ini juga terkait dengan tema,’’ imbuhnya. (Winata/Winatha/Rindra/balipost)