BANGLI, BALIPOST.com – Kawasan Batur dan sekitarnya merupakan satu kesatuan kaldera yang memiliki ancaman bencana tersendiri. Sehingga penggunaan dan pengelolaannya saling terkait.
Bahkan kawasan itu termasuk kategori zona bahaya geologi. “Di sana daerah zona bahaya geogologi karena ada kemungkinan terjadinya letusan, kemungkinan longsor, banjir dan juga kemungkinan keracunan air danau,” ujar Dosen Bidang Geomorfologi dari Universitas Udayana Drs. R. Suyarto, M. Si, belum lama ini.
Danau Batur sebagai satu kesatuan kaldera gunung api dibagi menjadi tiga igir kaldera yang menunjukkan sejarah letusannya. Dari letusan itu meninggalkan material yaitu materi gunung api purba dan materi letusannya.
Hampir seluruh kaldera Batur merupakan materi letusan Gunung Batur. Di bagian selatan Gunung Batur merupakan material letusan.
Sedangkan di bagian utara gunung, cenderung masih asli. Materialnya bercampur dari ukuran halus sampai ukuran boulder (batu besar), ada yang tersaring, maupun ada yang tidak tersaring. “Di situ juga ada ditunjukkan dengan adanya lapisan-lapisan sejarah letusan, sehingga materinya seperti itu adalah material yang sangat lolos air, mudah masuk ke tanah,” jelas ketua Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial ini.
Material letusan berupa pasir sangat rawan adanya bahaya erosi maupun longsor. Apalagi jika tanamannya hilang atau berkurang, potensi longsor maupun potensi erosi besar. “Karena sifatnya seperti itu, sehingga ketika terjadi curah hujan ekstrem dan sekarang memang material jenuh air, sehingga terjadi banjir bandang seperti itu,” ujarnya.
Mengingat kegiatan yang ada di sana untuk pariwisata seperti adanya resto apung, perlu diperhatikan daya dukung. Keramba yang ada juga agar tidak mengganggu kualitas air danau.
Kegiatan apapun yang ada di kawasan tersebut baik pertanian maupun permukiman juga akan memperbesar potensi longsor. “Kegiatan apapun yang mengganggu lahan akan memperbesar potensi erosi, longsor, misalnya buka lahan di igir-igir, walaupun kecil tapi sangat berpengaruh,” imbuhnya.
Sehingga potensi bencana di kawasan tersebut menurutnya wajar terjadi. Meski datangnya lebih cepat atau lebih lama. “Kejadian yang terjadi saat ini memang harus terjadi, karena daerah itu memang seperti itu. Jadi kalau manusia menempati di situ harus berani ambil risiko, karena memang alamnya seperti itu,” pungkasnya. (Citta Maya/balipost)