Bibit babi berada di kandang, siap untuk dipasarkan. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Harga bibit babi di Bangli anjlok sejak munculnya isu virus demam babi afrika atau African swine Fever (ASF) di Bali. Penurunan harga mencapai kisaran 65 persen.

Seperti yang diungkapkan Ni Putu Suyantini peternak babi di Banjar Karang Suung Kelod, Desa Peninjoan, Tembuku, Jumat (14/2). Dikatakan sebelum adanya isu ASF, harga babi masih stabil.

Bibit babi bahkan mengalami kenaikan harga mencapai Rp 900 ribu- Rp 1 juta per ekor. Sementara harga babi yang siap potong Rp 28-30 ribu per kilogram.

Baca juga:  Petani Menjerit Harga Bawang Anjlok, Ini Kata Kadistan

Setelah munculnya isu ASF, seketika harga babi anjlok. Bibit babi miliknya sekarang cuma ditawar Rp 350-400 ribu per ekor. “Rata-rata dari dulu yang saya jual tidak pernah harganya di bawah Rp 600 ribu. Paling murah, bibit babi Rp 650 ribu,” jelasnya.

Sedangkan untuk bibit yang sudah siap potong, harganya merosot mencapai Rp 22 ribu per kilogram. Menurut Suyantini, anjloknya harga babi sekarang terjadi karena ulah oknum tertentu yang memanfaatkan isu virus ASF untuk menawar harga babi ke peternak rumahan dengan begitu rendahnya.

Baca juga:  Badung akan Kawinkan FPB dengan Job Fair

Saat ini, Suyantini mengaku masih punya 33 ekor bibit babi sudah disapih dan siap jual dan 25 ekor bibit babi lainnya yang belum siap jual. Permintaan bibit babi juga dirasakannya menurun drastis.

Biasanya bibit babinya habis terjual di umur 55-60 hari. Namun sekarang sampai umur 80 hari belum juga laku.

Sementara itu, peternak babi lainnya Sang Putu Adil juga tak menampik harga bibit babi saat ini terpengaruh isu virus ASF. Di beberapa peternak di Bangli harga bibit babi umur 45-50 hari saat ini di kisaran Rp 400-500 ribu.

Baca juga:  Kematian Babi di Gianyar Meluas, Peternak Rugi Puluhan Juta

Namun, dirinya sendiri masih menjual bibit babi umur 45-50 hari Rp 650 ribu. Menurunnya harga bibit babi, kata Ketua GUPBI Kabupaten Bangli ini dikarenakan adanya kekhawatiran peternak memelihara babi.

Di samping itu peternak babi sementara ini juga sengaja mengurangi populasi sebagaimana imbauan GUPBI Bali. Karena menurutnya populasi yang padat rentan menimbulkan penyakit. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN