Para petani di Banjarangkan saat memulai bercocok tanam. (BP/gik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Organisasi tradisional subak yang tumbuh sejak 4.000 tahun yang lalu dan jauh lebih tua dari desa adat, saat ini sudah mulai terancam punah. Ini merupakan imbas alih fungsi lahan pertanian.

Posisi subak makin terjepit lantaran SDM petani yang sangat lemah. Di sisi lain, generasi milenial kurang berminat terjun langsung di sektor pertanian.

Untuk itulah, pemberdayaan subak sebagai organisasi sosial religius urgent dilakukan. Penasihat Yayasan Mandhara Research Institute (MRI) Ir. Ida Bagus Sukarya, Senin (17/2), mengungkapkan untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan posisi tawar, subak harus mengemban peran dan fungsi yang lebih strategis. Dalam hal ini ia berharap di setiap desa dibentuk forum subak.

Baca juga:  Soal Kesulitan Air, Dinas Pertanian Melapor ke Balai Wilayah Sungai Bali Penida

Kepala desa dapat mensinergikan desa adat dan forum subak di desa untuk membantu memberikan solusi terhadap permasalahan alih fungsi lahan. Untuk memperkuat organisasi kelembagaan subak mulai dari Majelis Subak Alit, Madya, dan Utama, serta mensosialisasikan Tri Baga Upadesa, maka perlu diadakan kongres petani tingkat Provinsi Bali yang difasilitasi Dinas Pertanian Provinsi Bali.

Dia berharap subak yang bersifat sosiokultural dikembangkan sebagai lembaga ekonomi dengan mengembangkan koperasi tani pada setiap subak. ‘’Sebagaimana halnya pada setiap desa adat dikembangkan LPD,’’ ungkapnya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Satgas Pangan Jangan Kriminalisasi Petani
BAGIKAN