Wisatawan di Pantai Kuta. (BP/dok)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Kebijakan pusat terhadap sepuluh destinasi pariwisata, termasuk Bali untuk tak memungut pajak hotel dan restoran (PHR) selama enam bulan menjadi ancaman serius. Bahkan, pemerintah Kabupaten Badung yang mengandalkan pendapatan dari sektor tersebut dipastikan kolaps.

Ketua DPRD Badung, Putu Parwata. Politisi asal Dalung, Kuta Utara ini mengatakan kompensasi yang diberikan oleh pusat dengan kebutuhan Badung selama kurun waktu enam bulan tidak sepadan. “Kami perlu diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kemenkeu, saya harus bicara tidak bisa seperti itu (tak pungut PHR -red) bisa bangkrut kita (pemerintah -red),” ungkap Parwata, Kamis (26/2).

Baca juga:  Beraksi di Kampung Turis, Pelaku Penjambretan Diburu hingga ke Bangli dan Karangasem

Politisi PDI Perjuangan ini menggambarkan kebutuhan operasional Pemkab Badung selama setahun. Di antaranya, belaja pegawai mencapai Rp 3,5 triliun, kemudian dana program-program Rp 2 triliun, sehingga kurang lebih menghabiskan Rp 5,5 triliun per tahun. “Pendapatan Badung tahun kemarin (2019, red) yang mencapai Rp 4,7 triliun belum cukup. Nah kalau sekarang dikasinya Rp 3,3 triliun dibagi 10 destinasi (kemudian, red) bagi perbulan. Sedangkan, dana yang dihabiskan perbulan hampir Rp 100 miliar gimana caranya ini?” tanyanya.

Baca juga:  Dari Zona Merah COVID-19 Bali Ada di Dua Daerah hingga Gegara Ini Waria Main Jotos

Karena itu, pria lulusan Doktor Ekonomi ini tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah pusat. “Jelas kalau saya menolak, karena mematikan rakyat dan pemerintah. Sama halnya perusahaan cost operasional Rp 100 miliar terus dikasi Rp 10 miliar gimana tidak bangkrut,” katanya.

Ia menambahkan akan berkoordinasi dengan Bupati Badung untuk menentukan kapan menghadap pusat. “Kami siap mengawal demi Badung sampai puputan,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

Baca juga:  Kabar Duka Belum Mereda, Pasien COVID-19 Meninggal di Bali Masih Bertambah
BAGIKAN