DENPASAR, BALIPOST.com – Pelecehan seksual di lingkungan sekolah yang menimpa pelajar terus terjadi, bahkan kian memprihatinkan. Pada awal 2020 ini, kasus yang menonjol yakni pelecehan seksual yang dilakukan oknum kepala sekolah kepada siswinya di Kabupaten Badung.
Menanggapi hal tersebut, Praktisi pendidikan, Dr. I Made Putra Wijaya, SH.,M.Si., memandang sekolah sejatinya telah menyediakan pendampingan bagi pelajar yang mempunyai masalah. Baik masalah pribadi maupun masalah berkaitan dengan proses pembelajaran. “Memang, siswa umumnya akan lebih terbuka dengan guru Bimbingan Konseling (BK). Termasuk terbuka, apabila dirinya mengalami pelecehan oleh oknum guru,”ujar Putra Wijaya, Senin (2/3).
Untuk, mencegah kasus pelecehan dilakukan pendidik, lembaga pendidikan dapat mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan guru secara berkala. “Selama ini belum ada tes semacam itu. Maka saya memandang perlu,” tegasnya.
Tidak hanya tes psikologi, Ketua YPLP Kabupaten PGRI Badung ini menilai test lain, seperti tes urine juga penting menjaga kualitas pendidik. Sebab, hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi Perguruan Tinggi.
PGRI sebagai lembaga yang menaungi profesi guru telah mengambil sikap kepada oknum guru dan pendidik, tanpa melihat persoalan benar maupun salah, telah memberikan pendampingan hukum kepada pelaku. “Kami di PGRI punya Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Oknum yang bermasalah tetap mendapat pendampingan. Soal benar atau salah, bukan domain kami. Itu urusan pengadilan,” tuturnya.
Putra Wijaya berharap, masyarakat tidak seketika memandang peristiwa ini terhadap kualitas profesi pendidik, mengingat ini dilakukan oleh oknum. “Ini terjadi karena banyak faktor. Tidak bisa dilihat dari profesi saja. Contohnya, oknum profesi lainnya juga ditemukan melakukan pelanggaran,” ungkapnya. (Winatha/balipost)