SINGARJA, BALIPOST.com – Nominal Tunjangan Hari Raya (THR) bagi anggota dewan untuk sementara tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2016. Ini karena pada saat penyusunan APBD induk 2017, nominal THR anggota dewan dianggarkan sesuai regulasi yang lama dengan nominal Rp 1.570.000. Jika terbit regulasi terbaru, pemerintah daerah dipastikan akan mengikuti regulasi yang terbaru. Bahkan, THR yang sudah dialokasikan dengan regulasi sebelumnya, maka kekurangannya disesuaikan melalui anggaran APBD Perubahan 2017.
Sekkab Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka, M.P. dihubungi Rabu (7/6) mengatakan, alasan mengikuti PP No. 20 Tahun 2016, karena pembahasan APBD induk 2017 dibahas akhir tahun 2016. Atas kondisi ini, alokasi anggaran pembayaran THR anggota dewan dipasang sesuai regulasi yang diterapkan sebelumnya.
Karena APBD induk 2017 sudah disahkan dan bahkan sekarang sudah berjalan, sehingga nominal THR dewan dialokasikan berdasarkan nominal gaji pokok DPRD Rp 1.570.000 sesuai yang dialokasikan dalam APBD. Sementara terkait pembayarannya, pemerintah daerah masih menunggu regulasi yang terbaru. Jika terbit regulasi baru, pemerintah daerah akan mengikuti regulasi yang terbaru tersebut. Jika pembayaran THR kurang, pemerintah daerah berjanji akan menyesuaikan dengan regulasi terbaru. Hanya saja, penyesuaiannya ini menunggu pembahasan APBD perubahan tahun 2017.
“Masalah THR ini tidak bisa dirubah begitu saja. Yang jelas pemerintah menyusun keuangan berdasarkan regulasi. Kalau tidak ada perubahan regulasi berapa yang kita pasang segitu kita bayarkan. Sebaliknya kalau ada perubahan regulasi kita ikutan dan kekurangannya otomatis akan disesuaikan,” katanya.
Terkait desakan dewan agar nominal THR berdasarkan nominal gai pokok PNS dengan jabatan tertinggi di daerah, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) ini menyatakan, sesuai mekenisme THR dibayarkan berdasarkan nominal gaji pokok pejabat bersangkutan. Jika ada yang menginformasikan bahwa THR dibayarkan dengan nominal paling tinggi setara gaji pokok PNS dengan jabatan tertinggi di daerah masing-masing, hal itu tidak bisa diterapkan begitu saja. Pasalnya, pejabat pemerintahan merupakan jabatan karier yang notabene jenjang kariernya panjang.
Sedangkan DPRD merupakan jabatan politik dengan batasan masa jabatan hingga lima tahun. Dengan demikian, harusnya perbedaan nominal gaji pokok antara pejabat pemerintahan dengan jabatan politik tidak bisa dikotomikan. “Khusus THR ini dibayarkan mengikuti gaji pokok. Sekda itu jabatan karier dan dewan jabatan politik. Kalau nominalnya setara gaji pokok Sekda atau jabatan instanasi pemerintah lain tentu tidak bisa di-dikotomikan seperti itu, karena acuannya sudah jelas dihitung dari gaji pokok pejabat bersangkutan,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III Ni Made Putri Nareni mempertanyakan nominal THR dinilai kecil dan tidak sesuai PP No. 20 Tahun 2016. Ini pasal 8 dijelaskan THR bagi anggota DPRD diberikan paling tinggi sebesar gaji pokok PNS golongan ruang IV/e dalam masa kerja 32 tahun. Sesuai regulasi itu, harusnya THR yang diterima berdasarkan nominal gaji pokok PNS tertinggi di daerah yakni Sekkab Buleleng. Akan tetapi dirinya menerima THR senilai Rp 1. 570.000. Bahkan, tahun ini dirinya belum menandatangani berkas administrasi pembayaran THR. “Mengapa aturan yang sudah dibuat setahun lalu itu tidak diikuti, sehingga kita ingin tahu saja aturan mana yang dipakai agar tidak menjadi preseden kurang baik di masyarakat,” katanya. (mudiarta/balipost)