I Ketut Swarjana. (BP/Istimewa)

Oleh : I Ketut Swarjana, SKM, MPH, Dr.PH

Coronavirus (CoV) merupakan bagian dari keluarga besar virus, dan coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan jenis baru yang belum pernah ditemukan pada manusia. Awalnya pada 31 Desember 2019, kasus pneumonia dilaporkan dengan penyebab yang tidak diketahui di Kota Wuhan, Cina.

Pada 7 Januari 2020 Cina mengidentifikasi kasus tersebut sebagai coronavirus (COVID-19). WHO menyebutkan COVID-19 telah menjangkiti 123 negara di dunia dengan total 132.536 kasus dan 4.947 kasus kematian. China, Italia, Iran, Republik Korea, dan Francis merupakan 5 negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia.

Sebelumnya, WHO menetapkan COVID-19 sebagai global epidemic (wabah global). Namun saat ini COVID-19 dengan peningkatan kasus yang luar biasa dari hari ke hari dan makin meluas di hampkr semua belahan dunia, sehingga ditetapkan sebagai global pandemic.

Khusus Indonesia, hingga Jumat malam tanggal 13 Maret 2020 telah dilaporkan 4 kasus meninggal, dimana 1 diantaranya meninggal di Bali. Bahkan WHO telah mengirimkan surat ke Presiden Jokowi untuk mengumumkan darurat nasional coronavirus.

Beberapa dampak serius masalah global pandemic COVID-19 yang perlu di antisipasi oleh semua komponen masyarakat Bali diantaranya: Risiko peningkatan imported cases

Deteksi COVID-19 di Ngurah Rai Airport menggunakan Thermal Scanner sangat sulit terutama pada orang yang suhu tubuhnya masih normal atau belum mencapai 380C, walau sebenarnya yang bersangkutan telah tertular COVID-19. Akibatnya, orang tersebut dapat masuk Bali dengan mudah karena belum menunjukkan gejala klinis.

Hal ini menyebabkan perpindahan virus dari orang yang telah terinfeksi COVID-19 kepada banyak orang lain mulai dari petugas bandara, sopir, karyawan dan masih banyak lagi orang-orang yang ada di bandara termasuk penumpang pesawat lainnya selama di pesawat dan di bandara.

Dengan demikian bisa dibayangkan berapa banyak orang yang dapat tertular hanya dari 1 kasus COVID-19. Lalu bagaimana jika kasusnya lebih dari 1 dan melakukan close contact ke banyak orang selama perjalanan sampai Bali. Karenanya, jumlah kasus COVID-19 (imported cases) akan terus bertambah walau pemerintah berjuang keras mencegah dan deteksi awal COVID-19.

Baca juga:  Ikuti Imbauan Gubernur, Perbatasan di Buleleng Dijaga Aparat Keamanan

Pengunjung atau wisatawan tertular coronavirus tetapi belum terdeteksi (karena belum menunujukkan gejala) yang tiba di Bali, menginap di hotel, mengunjungi restoran, tempat wisata, dan menggunakan jasa transportasi lokal. Sehingga wisatawan tersebut kontak langsung dan menularkan coronavirus ke banyak orang selama tinggal di Bali tetapi belum terdetesi (jika muncul gejala yang bersangkutan datang ke fasilitas kesehatan dan berpotensi juga menularkannya ke orang lain termasuk petugas kesehatan dan orang lain di fasilitas kesehatan tersebut yang tidak menggunakan pelindung diri).

Jika tanpa gejala, wisatawan tersebut kembali ke negaranya atau ke negara lainnya dan berisiko menularkan lagi ke banyak orang di banyak tempat atau Negara sampai akhirnya wisatawan tersebut dinyatakan positif COVID-19. Sangat bisa dibayangkan berapa banyak masyarakat lokal bali yang tertular dari wisatawan tersebut.

Seperti yang telah diketahui bahwa banyak terjadi penularan di berbagai negara karena tidak semua pembawa coronavirus menunjukkan gejala dan mereka tidak menyadari bahwa mereka telah tertular coronavirus. Jika ada salah satu masyarakat lokal Bali yang tertular coronavirus namun tidak terdeteksi, yang bersangkutan telah kontak dengan anggota keluarga yang lain,  keluarga besar, tetangga, serta masyarakat di banjar masing-masing.

Apalagi karena tidak terdeteksi atau ketidaktahuannya, yang bersangkutan ikut dalam kegiatan adat di banjar atau desa pakraman termasuk acara persembahyangan di pura, pengabenan, dan acara keagamaan lainnya akan sangat berpeluang terjadi penularan. Bisa dibayangkan betapa banyak kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya penularan secara mudah di tengah-tengah masyarakat lokal Bali jika ini tidak diantisipasi dengan tepat dan cepat.

Temuan terhadap pasien atau suspect atau positif COVID-19 mengalami kontak langsung dengan tenaga kesehatan. Apabila tenaga kesehatan tersebut tidak dilindungi dengan alat pelindung diri (APD) yang cukup maka sangat berisiko tertular coronavirus, karena pada awal pasien tampak seperti pasien umum lainnya. Apabila petugas kesehatan belum ada kesiapan pencegahan maka risiko tertular sangat tinggi.

Bila terjadi perpindahan coronavirus dari pasien ke tenaga kesehatan, dan selanjutnya dari tenaga kesehatan akan dapat menularkan ke tenaga kesehatan lainnya, atau bisa juga menularkan ke pasien yang lain atau malah ke keluarga mereka sendiri. Ini bisa terjadi karena petugas kesehatan tidak tau bahwa mereka telah tertular coronavirus dan belum menunjukkan gejala.

Baca juga:  Kapolri Minta Pemprov DKI Siapkan 31 Wilayah Isolasi

Pemprov Bali perlu mendesak pemerintah pusat untuk mempercepat menambah fasilitas lab untuk mendeteksi coronavirus di berbagai provinsi termasuk Bali yang sangat berisiko terjadi lonjakan penularan COVID-19. Lebih ketat melakukan pengawasan di pintu-pintu masuk Bali terutama Ngurah Rai Airport dengan lebih memperketat dalam mendeteksi pengunjung yang masuk Bali, salah satunya menggunakan thermal scanner.

Bahkan apabila telah terjadi kenaikan suhu tubuh lebih dari 37,5 C (tidak harus menunggu suhu tubuh 38 C) agar segera dilakukan pengkajian kesehatan lebih detil dan ditelusuri riwayat perjalanan dalam 2 minggu terakhir.

Menyediakan thermal scanner di tempat-tempat umum yang melibatkan kerumunan seperti: tempat wisata, mall, serta pura-pura besar di Bali di saat ada kegiatan keagamaan untuk mendeteksi awal COVID-19. Menyediakan hand sanitizer di tempat umum seperti: pura, balai banjar, balai desa, pasar, dan tempat-tempat umum lainnya, serta disetiap tempat aktivitas yang melibatkan orang banyak atau kerumunan untuk meminimalisir penularan COVID-19.

Selanjutnya menggunakan masker terutama bagi yang merasakan adanya gejala yang mengarah pada COVID-19. Semua pejabat pemerintah, pengusaha, dan masyarakat agar menunda semua keberangkatan ke luar negeri atau keluar Bali jika tidak dalam keadaan yang sangat memaksa.

Menutup berbagai tempat hiburan yang berpotensi meningkatkan risiko penularan COVID-19 seperti yang telah dilakukan di banyak negara di dunia dan provinsi lainnya di Indonesia. Edukasi berupa penyuluhan, poster, dan metode lainnya ke masyarakat tentang pencegahan penularan COVID-19 di tempat-tempat umum di Bali termasuk pura, balai banjar, balai desa, serta tempat lainnya.

Termasuk menghimbau masyarakat untuk tidak bersalaman menggunakan tangan guna mencegah potensi kontak langsung penularan COVID-19. Hal lain yang bisa dilakukan adalah  melakukan self-quarantine atau karantina diri selama 2 minggu jika merasakan gejala mengarah pada COVID-19, merasa pernah kontak dengan orang positif atau suspek COVID-19, termasuk bagi yang baru balik dari luar negeri.

Baca juga:  Penggunaan “Fast Fashion” yang Merugikan

Pemerintah, swasta, maupun masyarakat Bali agar membatasi kegiatan yang melibatkan berkumpulnya orang banyak kecuali keadaan yang sangat mendesak, guna membatasi penularan COVID-19. Mengurangi atau membatasi diri untuk tidak bepergian ke tempat-tempat kerumunan jika tidak perlu, menggunakan masker jika memang harus ada di kerumunan, serta selalu cuci tangan setiap saat setelah menyentuh benda yang berpotensi sebagai tempat transmisi coronavirus.

Fasilitas kesehatan seperti puskesmas, klinik, dan RS agar tetap membuka akses seluas-luasnya terutama bagi siapa saja yang memiliki gejala mengarah pada COVID-19 untuk datang memeriksakan diri tanpa melihat apakah yang bersangkutan memiliki asuransi kesehatan atau tidak. Pemerintah pusat maupun Pemprov Bali sebaiknya melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terburuk jika Bali harus diisolasi atau mungkin mengalami situasi lockdown seperti Kota Wuhan-Cina atau kota-kota di Italia.

Semua langkah-langkah penting ke arah itu harus diantisipasi oleh semua pemangku kepentingan untuk mengamankan dan menyelamatkan masyarakat Bali, terutama terkait dengan logistik, akses pelayanan kesehatan, serta kebutuhan masyarakat lainnya. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan untuk tidak hanya membuat krisis center atau satgas COVID-19, tetapi yang lebih penting adalah memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengetahui update kasus COVID-19.

Misalnya dengan membuat website yang menyediakan update perkembangan COVID-19 (jumlah kasus baru, sembuh, meninggal dan provinsi tempat kejadian) seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain termasuk Thailand (http://th-stat.com/en). Bahkan Thailand di lingkungan kampusnya telah lama memberlakukan self-quarantine selama 2 minggu bagi semua mahasiswa dan dosen Thai dan Non Thai yang baru tiba di Thailand.

Menghimbau untuk semua komponen masyarakat Bali, marilah bersatu padu melakukan pencegahan penularan COVID-19, serta menyebarkan informasi yang benar di lingkungan masing-masing, tetap tenang, dan selalu waspada. Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa selalu melindungi kita semua.

Penulis Dosen Kesehatan Masyarakat-Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) BALI

BAGIKAN