Oleh: Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
Saat ini kita memasuki periode masyarakat yang dinamakan Society 4.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan membawa dampak perubahan pada semua segi kehidupan manusia. Setiap perubahan yang dialami selalu akan membawa dampak baik dan kurang baik, karena pada dasarnya dikotomi kehidupan tidak akan pernah berakhir, pagi-sore, siang-malam, suka-duka, baik-buruk semua berdampingan.
Hanya di sini adalah bagaimana manusia menyikapi setiap perubahan tersebut untuk menjadikan dirinya lebih berkualitas atau lebih baik. Dampak baik sebuah perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan zaman sekarang adalah pendidik dan peserta didik dapat mencari dan menemukan berbagai informasi dan pengetahuan dengan cepat melalui jaringan internet.
Berbagai buku, artikel akademik dan nonakademik disediakan secara gratis dan sangat mudah diakses. Pun halnya berbagai perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan terkini dengan sangat mudah didapatkan serta disebarkan.
Pembelajaran tidak lagi harus dilakukan di kelas secara face-to-face, melainkan banyak diterjadikan secara online, melalui dunia maya yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja dengan berbagai sebutan e-learning, online learning, blended learning, flipped learning, dan sebagainya dengan bermacam-macam aplikasi.
Pemerintah bahkan mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait yakni pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran di berbagai jenjang pendidikan (khususnya SMP dan SMA). Hal ini mengindikasikan peran teknologi informasi yang sangat signifikan dalam pembelajaran yang menyesuaikan dengan kemajuan aaman.
Bagaimana dengan dampak negatifnya? Kekurangmampuan kita mengontrol pemanfaatan teknologi, peserta didik anak-anak dan remaja sering kebablasan dalam memanfaatkan teknologi. Bukan kebermanfaatan yang didapatkan, melainkan masalah, seperti masalah kesehatan mata yang terganggu, karena terlalu banyak terpapar gadget, juga masalah psikis, seperti inferior karena mereka lebih suka menyendiri, dibandingkan dengan bersama dan berkomunikasi dengan orang lain.
Pada kasus yang parah, mereka mendahulukan bermain game online berjam-jam sampai dengan berhari-hari dibandingkan mengerjakan tugas akademik, yang menyebabkan pelajarannya terbengkalai, akhirnya menjadi drop-out, karena sudah tergolong kecanduan dengan permainan tersebut.
Anak-anak jarang ditemukan bermain petak umpet, main kelereng, main tali, dan berbagai jenis permainan tradisional lainnya, baik di rumah atau pun di sekolah melainkan permainan-permainan modern yang banyak ditemukan pada gadget mereka. Anak-anak menjadi susah menggerakkan badannya, kecuali mata dan tangannya yang sibuk memainkan tombol-tombol gadget-nya. Mereka menjadi kurang kuat secara fisik karena kurang senang bergerak dan kurang peduli pada lingkungan sekitar.
Tugas menjadi orangtua ataupun guru juga menjadi tambah susah dalam mengontrol pemanfaatan gadget tersebut. Diberi batasan, sering dilanggar. Dikasi tahu, sering dikira memarahi. Banyak kasus terjadi hubungan orangtua dan anak menjadi tidak harmonis gara-gara pemanfaatan gadget yang keliru tersebut.
Mengacu pada berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi, terdapat sekolah yang melarang peserta didik membawanya ke sekolah, padahal gadget bila dimanfaatkan dengan tepat tentu akan membawa dampak positif. Bagaimanakah kita harus menyikapinya?
Ada dua konsep utama yang ditawarkan oleh penulis yaitu MAHA DAN ESA yang berasal dari akronim yang mudah diingat. Konsep yang pertama adalah MAHA yang dimaksudkan adalah Manage, Accelerate, Help, dan Acquire. Manage yang dimaksudkan adalah kemampuan orang dewasa dalam hal ini guru untuk mengatur pemanfaatan teknologi sedemikian rupa. Guru sebagai manajer di kelas, mengontrol kapan saatnya menggunakan teknologi dan berapa lama batasannya, serta untuk keperluan apa penggunaannya.
Guru mesti berada di tengah-tengah mereka pada saat mereka belajar untuk mengarahkan dan memonitor mereka dalam menggunakan teknologi di kelas. Accelerate adalah kemampuan guru dalam mengupayakan penggunaan teknologi yang diarahkan pada kemajuan atau percepatan proses pencarian dan penyampaian ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Pembelajaran tidak lagi mengutamakan ceramah yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan dilakukan oleh teknologi. Informasi dari berbagai sumber yang mudah diakses akan membantu peserta didik untuk dengan cepat mendapatkannya. Bahkan dengan kemudahan-kemudahan teknologi tersebut, guru menjadi lebih efisien dalam menggunakan waktu dan tenaga. Pembelajaran dengan demikian tidak lagi berpusat pada guru, melainkan pada siswa (student-centered learning) yakni mereka aktif menemukan pengetahuannya sendiri. Help merujuk pada kemampuan guru untuk memberikan bantuan kapan saja bilamana peserta didik mengalami kesulitan dalam proses membangun pengetahuannya.
Proses membangun pengetahuan bisa terjadi sendiri dalam proses belajar mandiri, dan juga belajar bersama teman lain dalam kegiatan belajar berpasangan ataupun berkelompok dalam kegiatan cooperative learning. Teknologi dapat dimanfaatkan secara bijaksana oleh peserta didik untuk membantunya dalam proses membangun pengetahuannya tersebut. Bila dalam proses belajar tersebut, mereka mengalami masalah, maka menjadi tugas guru sebagai orang dewasa untuk membantu mengarahkan dan membimbing mereka agar sampai pada pemahaman yang diharapkan tercapai. Yang terakhir adalah Acquire yang bermakna memperoleh. Setiap pembelajaran selalu diarahkan untuk mencapai tujuan.
Tugas guru adalah membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang menjadi tujuan atau target setiap pembelajaran dengan berbantuan teknologi. Oleh karena itu, tugas guru adalah fasilitator pembelajaran, yang memfasilitasi atau menjadikan pelajaran lebih mudah dipahami.
Konsep kedua adalah ESA yang terdiri atas tiga kata Engage, Study, dan Activate. Tugas utama guru dalam proses pembelajaran dari awal sampai dengan akhir adalah mulai dari Engage, yaitu melibatkan pikiran dan perasaan mereka dari sejak awal pembelajaran. Salah satu kegiatan pada tahap ini adalah guru dapat menggunakan kegiatan yang menarik seperti cerita pengalaman, gambar atau foto yang menarik atau permainan yang edukatif yang diambil dari internet yang mampu menghadirkan keceriaan.
Dengan cara tersebut, peserta didik dapat meningkatkan perhatian, motivasi, dan minatnya pada pelajaran yang akan dan sedang dilakukan. Study adalah tugas utama guru, yaitu membelajarkan mereka pada materi yang menjadi kajian utama pada sesi tertentu. Membelajarkan mereka bisa terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas dengan bantuan teknologi. Saat membelajarkan inilah menuntut guru untuk menunjukkan karakternya sebagai manajer dan fasilitator yang andal agar siswa mampu memahami pelajaran dengan baik.
Terakhir, yang paling penting adalah Activate, yaitu tugas guru untuk membimbing peserta didik untuk aktif mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh dalam tugas-tugas kegiatan nyata, real-world tasks, seperti menulis atau mengkreasi sebuah produk tulisan deskriptif tentang sebuah tempat pada konteks yang dekat dengan mereka, setelah belajar tentang teks jenis ini. Dengan demikian pelajaran menjadi lebih bermakna (meaningful learning).
Penulis, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha