DENPASAR, BALIPOST.com – Akhirnya OJK resmi mengeluarkan POJK nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19. POJK tersebut tertanggal 13 Maret 2020 namun diundangkan pada 16 Maret 2020.
Kepala OJK Regional VIII Bali Nusra Elyanus Pongsoda mengatakan, ada dua kebijakan pokok relaksasi kebijakan yang dikeluarkan OJK pada perbankan yaitu, kualitas asset, dan restrukturisasi.
Terkait kualitas asset untuk debitur dengan plafon kredit di bawah Rp 10 miliar, selama ini menilai kualitas asset dari tiga pilar yaitu kemampuan membayar debitur, prospek usaha, dan kondisi debitur.
Adanya dampak dari penyebaran COVID-19 terhadap kualitas pembayaran kredit perbankan, maka OJK akan menilai dari satu pilar yaitu kemampuan membayar. “Jadi prospek usaha dan kondisi debitur itu tidak lagi menjadi perhatian,” ujarnya.
Sedangkan kebijakan restrukturisasi berlaku bagi debitur di bawah atau di atas plafon kredit Rp 10 miliar. Ketentuan restrukturisasi dikatakan teknisnya seperti ketentuan restrukturisasi yang sudah ada sebelumnya.
Ada tiga pola restrukturisasi yang bisa dilakukan yaitu, rescheduling, restructuring, reconditioning. Meski POJK tentang stimulus perekonomian nasional telah keluar, namun POJK itu merupakan panduan umum.
Sedangkan teknisnya dikembalikan kembali pada masing – masing bank mengingat masalah yang dihadapi debitur berbeda-beda. “Sehingga POJK ini untuk menilai debitur dan relaksasi seperti apa yang akan diberikan,” jelasnya.
Menurutnya, jika wabah COVID-19 ini berkepanjangan, maka akan berdampak pada industry jasa keuangan ke depan. Ia memprediksikan sampai pertengahan tahun akan ada dampak penurunan dari kinerja perbankan tapi tidak signifikan, pertumbuhan ekonomi melambat, dan NPL mengalami peningkatan namun tidak signifikan.
Untuk diketahui, POJK yang dirilis tanggal 19 Maret itu berisi tentang kebijakan penetapan kualitas asset dan kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan. Namun dalam mendukung stimulus perekonomian itu, bank diminta tetap memperhatikan manajemen risiko.
Bank harus memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM baik pedoman terkait kriteria debitur maupun sektornya.
Bagi debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk debitur UMKM dengan plafon maksimal Rp 10 miliar dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok, bunga atau margin, dan bagi hasil.
Restrukturisasi kredit dapat dilakukan terhadap kredit atau pembiayaan yang diberikan sebelum maupun setelah debitur terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk UMKM. Kredit bagi BPR atau pembiayaan bagi BPRS yang direstrukturisasi dikecualikan dari penerapan perlakukan akuntansi restrukturisasi kredit. (Citta Maya/balipost)