GIANYAR, BALIPOST.com – Pelaku pembunuhan Ni Wayan Uyut, yang memegang kartu kuning RSJ Bangli, I Wayan Agus Arnawa rupanya mempunyai catatan kelam di tahun 2016. Gangguan jiwa yang dideritanya juga telah menghilangkan nyawa ibu kandungnya.
Kejadiannya di bulan Oktober 2016. Waktu itu ibu kandungnya sendiri ditusuk hingga usus terurai dan meninggal dalam perawatan di RS Sanglah, terang Kapolsek Payangan AKP I Gede Endrawan.
Sedangkan saat ini, polisi masih menunggu hasil pemeriksaan khusus dari dokter RSJ. “Pelaku ini kan memiliki catatan kelainan jiwa, jadi mungkin akan cek di sana dulu,“ katanya.
Ditambahkan, dahulu seusai membunuh ibu kandungnya, kala itu pelaku pun diketahui lari ke seputaran Pelaga, setelah uang yang ia bawa habis pelaku kembali ke rumah tanpa rasa bersalah. “Saat itu pelaku dilarikan ke RSUJ Bangli, dan sempat sebulan lebih mendapat perawatan kemudian dijinkan pulang,“ katanya.
Terkait aksi pelaku yang saat ini sudah dua kali melakukan aksi pembunuhan, Kapolsek mengatakan polisi tetap menjalankan standar operasional prosedur (SOP). “Kami jalanlan SOP, setelah tertangkap pelaku bawa dulu ke RSJ. Nah dari hasil pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan pelaku, barulah polisi menggelar perkara,” ungkapnya.
Sementara kepala dusun Marga Tengah, Kadek Dwi Wedana, mengungkapkan keresahan warganya pasca pembunuhan ke dua yang dilakukan I Wayan Agus Arnawa. “Kasus ini harus ditindak lanjuti, apakah ditahan atau dibawa ke RSJ (rumah sakit jiwa, red). Warga saya resah kalau dia bebas,” ujarnya.
Diungkapkan warga sekitar sudah setiap hari mendengar keributan di rumah pelaku. Ironisnya dalam setiap keributan itu pelaku mengamuk dengan membawa sabit. “Saat ngamuk bawa sajam, biasanya dia menghancurkan tanaman yang ada di rumahnya,“ katanya.
Bahkan, dengan sesama warga pelaku juga sering membuat keributan, seperti cekcok mulut. Anehnya keributan yang ditimbulkan pelaku biasanya masalah uang. “Biasanya kalau tidak dikasih uang, mengamuk, begitu dia,” terangnya.
Warga juga khawatir jika aksi Kolok ini merembet ke anak gadis yang ada di desa setempat. “Warga takut nanti anak ini besar, lalu muncul birahi. Baru tidak dikasih, mengamuk, ini warga takut,” tandasnya. (manik astajaya/balipost)