Areal pakrir di dekat Serta Adat Besakih sepi dari lapak pedagang warga Besakih karena karya IBTK dipersingkat hanya tujuh hari akibat virus COVID-19. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 membuat pelaksanaan Tawur Tabuh Gentuh dan Karya Ida Bhatara Turun Kabeh (IBTK) di Pura Agung Besakih dipersingkat dan jumlah pamedek dibatasi. Kondisi itu membuat warga Besakih yang biasa berjualan musiman saat karya terpaksa tak membuka lapak dagangan

Berdasarkan pantauan di lapangan, jumlah lapak dagangan warga di areal terminal Setra Adat Besakih sangat sedikit. Hanya terdapat dua sampai tiga lapak. Itupun lapak lama yang dipakai berjualan saat karya tahun lalu. Di sepanjang jalan dekat serta juga tidak nampak lapak pedagang. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan saat karya tahun lalu.

Baca juga:  Badung Tak Lagi Gelar "Job Fair", Pencari Kerja Disalurkan Lewat LPK

Warga Besakih, Jro Mangku Ganti mengatakan, dirinya biasanya rutin mengais rejeki setiap berlangsungnya karya. Tapi tahun ini, dia terpaksa tidak membuat lapak untuk berjualan. “Tahun-tahun sebelumnya saya rutin jualan selama berlangsungnya karya. Tapi sekarang saya tidak buat lapak untuk jualan karena karyanya sebentar, apalagi puncak karya tinggal lima hari lagi,” ucapnya.

Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ni Kadek Kristiani. Dia mengaku tidak membuka lapak karena karya hanya seminggu. Tak hanya dirinya, kerabat dan tetangga yang tahun lalu biasa berjualan, tahun ini juga mereka tak membuka warung akibat kondisi ini.

Baca juga:  Sambut Libur Nataru, Kemenhub Siapkan 1.293 Kapal

“Saya tak buka lapak karena kondisinya seperti ini. Pemedek juga pasti sedikit yang tangkil karena situasinya seperti ini ditambah mereka tak mau belanja. Makanya malas buat lapak, takutnya tak dapat jualan,” katanya.

Ketua MO Pura Agung Besakih Jro Mangku Wayan Ngawit mengatakan, biasanya sudah banyak warga mempersiapkan lapak untuk berjualan di kawasan Terminal Kedungdung dan Ulun Setra. “Virus semakin merebak, ditambah adanya imbauan dari pemerintah untuk berdiam di rumah serta dengan adanya SKB PHDI Provinsi Bali dan MDA Provinsi Bali yang isinya di samping karya nyejer 7 hari, juga pelaksanaan karya dari awal sampai nyineb dilaksanakan oleh krama Desa Adat Besakih dan penyiwi/penyungsung tiyosan untuk ngayat dari merajan/sanggah masing-masing. Ini yang mendasari warga Besakih yang biasanya ramai buka lapak warung, tapi sekarang mengurungkan niatnya untuk berjualan,” jelas Mangku Ngawit. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Bukti Kebhinekaan Harus Dibina dan Dijaga
BAGIKAN