Tersangka A A Ngurah Arwatha diantar jaksa menuju mobil tahanan di Kejaksaan Negeri Denpasar, Senin (13/1). (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jagat maya dihebohkan dengan munculnya sederet nama terpidana korupsi yang bakal bebas. Hal itu merujuk dikeluarkannya Surat Keputusan No. M.HH-19.PK.01.04.04 tahun 2020 oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly, tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Dan, isu pembebasan napi koruptor, bandar narkoba dan teroris dibantah langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Hal berbeda terjadi di Pengadilan Tipikor Denpasar. Salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi, Kepala Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, Anak Agung Ngurah Arwatha ditangguhkan penahananannya.

Baca juga:  Sediakan PL Bisa Dipesan, "Papi" Dituntut 8 Bulan

Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Angeliky Handajani Day, Minggu (5/4) membenarkan telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan terdakwa dengan alasan ancaman COVID-19. Selain karena takut COVID-19, alasan lain terdakwa korupsi diberikan penangguhan penahanan karena sudah ada pihak yang menjadi penjamin selain juga ada uang jaminan.

Dan, kata ketua majelis hakim dalam perkara itu, penangguhan penahanan tidak bertentangan dengan PP Nomor 99 tahun 2012 karena terdakwa masih menjalani proses persidangan dan belum berstatus terpidana. “Kita harus menghormati asas praduga tidak bersalah. Status terdakwa bukan berarti yang bersangkutan sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Baca juga:  Korupsi untuk Dugem, Ini Tuntutan Mantan Ketua LPD Kota Tabanan

Anak Agung Ngurah Arwatha, diadili atas dugaan korupsi pungutan desa. Penerimaan pungutan rata-rata sebulan antara Rp 13 juta sampai Rp 14 juta. Uang itu kemudian dikumpulkan bendahara desa Pemecutan Kaja, dan tidak dimasukan dalam penerimaan asli desa.

Sejak Februari 2017 sampai dengan Februari 2018, Ngurah Arwatha memerintahkan Bendahara Desa Pemecutan Kaja diduga untuk memotong pungutan tersebut rata-rata Rp 7.000.000 sampai dengan Rp 11.000.000 setiap bulan.
Uang potongan sumbangan kemudian dibagi untuk Kepala Desa, perangkat desa, Kadus, dan BPD Desa Pemecutan Kaja, sisanya lalu disetorkan ke kas Bumdes Pemecutan Kaja, dengan nilai kerugian sekitar Rp190 juta. (Miasa/balipost)

Baca juga:  Pangdam dan Kapolda Rayakan Natal
BAGIKAN