Suasana di Ubud. (BP/dok)

GIANYAR, BALIPOST.com – Kondisi pariwisata di kawasan Ubud semakin kritis. Hal ini terjadi menyusul penyebaran wabah COVID-19 yang makin meluas.

Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Gianyar Pande Mahayana Adityawarman, Selasa (7/4), awal April ini, tingkat okupansi hotel di Ubud mendekati nol persen. Sementara untuk restoran, sudah 70 hingga 80 persennya tutup.

Pria yang akrab disapa Adit Pande ini mengatakan, semenjak keluarnya surat dari Kemenlu terkait larangan wisatawan datang ke Indonesia, sektor pariwisata Gianyar langsung merasakan dampaknya. “Memang berat kami di pariwisata. Yang paling awal kena dampak, saat ini untuk hotel sendiri okupansi rata-rata hampir nol persen,” katanya.

Baca juga:  Kemenpar Gelar Lomba Medsos, PKB 2017 Bakal Mendunia 

Dikatakan kondisi ini terjadi semenjak memasuki awal April, saat ini sejumlah hotel ada yang hanya isi satu atau dua kamar. Bahkan ada yang sampai tidak ada tamu sama sekali.

Sementara untuk Mei mendatang, masih menunggu instruksi pemerintah mengenai kemungkinan dibukanya kembali gerbang bagi wisatawan mancanegara.
Adit Pande mengatakan, kalangan pariwisata sudah memahami kondisi saat ini, bahwa seluruh dunia sedang berupaya memutus penyebaran COVID-19 dengan sosial distancing.

Baca juga:  Sambut MotoGP Mandalika, ITDC Siapkan Paket Bundling Lombok-Bali

“Walaupun ada yang mau ke Indonesia kan tidak bisa. Di satu sisi, misal beberapa negara di Eropa masih lockdown, artinya kedua pihak melarang adanya mobilisasi untuk keluar dan masuk,” katanya.

Soal banyaknya restoran yang tutup, dia menyebut, ini demi mengantisipasi kemungkinan terburuk. “Mengikuti aturan pemerintah mengenai sosial distancing, kan takut juga stafnya interaksi langsung dengan banyak orang. Jadi, lebih memilih tutup sementara. Tamu juga tidak ada,“ katanya.

Baca juga:  Gubernur Koster : Wajib Hukumnya Bermitra dengan Media

Lantas bagaimana nasib para pekerja restoran, Adit Pande mengatakan setiap pemilik restoran memiliki kebijakan masing-masing. Misal karyawan tetap diberikan sekedar uang makan rutin, jadi tidak langsung diterapkan PHK. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN