DENPASAR, BALIPOST.com – Ekonomi Bali mengalami pukulan sangat telak. Belum pernah terjadi sebelumnya, mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi Bali yakni pariwisata terjerembab begitu dalam seperti saat ini.
Perbaikan sangat tergantung dari cepat-lambatnya pandemi COVID-19 lenyap. Meski demikian, muncul prediksi bahwa ekonomi Bali akan mulai merangkak di triwulan IV 2020.
Prediksi yang sedikit optimistik ini disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster saat memberikan keterangan pers usai rapat Tim Percepatan Penanganan Dampak dan Pemulihan Akibat Covid-19, di Jayasabha, Denpasar, Senin (13/4).
Ekonomi Bali mengalami penurunan di triwulan II saat ini dan kemungkinan masih berlanjut di triwulan III akibat COVID-19. Kenaikan di triwulan IV nantinya, jika dapat terjadi, tidak mungkin mencapai target yang sudah direncanakan di akhir 2019 lalu. “Akumulatif sampai triwulan IV menurut saya masih positif. Walaupun tentu di bawah dari target yang kita rencanakan. Rencana kan 6 persen pertumbuhannya di Bali,” ujar Wayan Koster.
Menurut Koster, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 3 persen saja sudah bagus. Kondisi ini tidak lepas karena Bali menggantungkan perekonomian pada sektor pariwisata.
Sekalipun COVID-19 bisa lebih dikendalikan kalau seluruh pekerja migran Indonesia (PMI) atau anak buah kapal (ABK) asal Bali sudah pulang seluruhnya ke Pulau Dewata, tetapi proses pemulihan tidak akan bisa dilakukan secepat yang diharapkan. Ini karena ada faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian Bali.
Melihat situasi sekarang, ada Permenkum HAM yang melarang WNA untuk berkunjung atau bahkan hanya transit di Indonesia. “Jadi, sudah praktis dari sisi regulasi, wisatawan kita nol sejak April. Karena itu, sudah pasti pengusaha bidang pariwisata itu mengalami stuck, tidak berjalan,” jelasnya.
Koster menambahkan, kasus COVID-19 di pasar domestik seperti Jakarta masih cukup besar dan terus naik di daerah itu. Dengan demikian, kunjungan wisatawan domestik juga sama-sama belum bisa diharapkan seperti halnya kunjungan wisman.
Saat ini hotel-hotel yang tutup sudah mencapai lebih dari 90 persen. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. “Domestik tidak ada, asing juga tidak ada. Karena itu, sudah pasti dampaknya besar sekali terhadap pariwisata. Seberapa besar ini konsekuensinya, kita berharap jangan sampai ada PHK,” jelasnya.
Dalam waktu dekat, Koster akan mengundang para pemilik hotel agar tidak melakukan PHK terhadap karyawannya. Apalagi, mereka sudah cukup lama beroperasi di Bali dan mendapatkan manfaat yang cukup besar.
Maka, risiko yang dihadapi sekarang harus ditanggung bersama dalam beberapa bulan ke depan. Para pemilik hotel diharapkan bisa memahami situasi sekarang dan bisa berkontribusi untuk tidak melakukan PHK. “Kalau merumahkan sudah pasti, karena tidak ada kerjaan sekarang. Tapi yang penting jangan sampai di-PHK. Berarti dia masih dapat bayaran,” terangnya.
Terkait target PHR, Koster menyebut otomatis akan berat bagi pemerintah kabupaten/kota. Pihaknya juga sudah memproyeksikan konsekuensi terhadap pertumbuhan perekonomian Bali dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sebagai dampak COVID-19. Sampai akhir April nanti, pihaknya masih akan melihat perkembangan sumber pendapatan asli daerah di provinsi dan kabupaten/kota se-Bali.
Baik yang berdampak pada program-program yang dijalankan pemerintah daerah maupun dampak terhadap kehidupan masyarakat.
Menjaga Ketahanan Pangan
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia KPw Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan, saat ini adalah masa-masa yang tidak mudah untuk semua negara. Tidak hanya Indonesia tetapi negara di seluruh dunia.
Pertumbuhan ekonomi dunia turun, Indonesia dan Bali juga sama. Triwulan II dan III merupakan masa yang penuh dengan ketidakpastian, sehingga perhitungan ekonomi unpredictable. Namun, triwulan IV diyakini akan ada kebangkitan ekonomi.
Menurut Trisno Nugroho, semakin cepat sakitnya dengan menyeleksi kedatangan dari bandara atau pelabuhan, maka akan semakin cepat recovery perekonomian. ‘’Jika tidak ketat maka akan semakin lama. Jadi semakin pendek sakitnya dan semakin ketat, berdampak ekonomi tidak akan terlalu berat dan menurut saya Bali lebih relatif terkontrol karena terdiri dari satu pulau dengan tidak banyak pintu masuk,’’ ujarnya.
Menuju recovery perekonomian, katanya, ditentukan dari seberapa cepat wabah Covid-19 ini berhasil dihentikan. Ditegaskan, pihaknya terus mengkalibrasi data perekonomian karena bersifat sangat dinamis yang diperkirakan sampai Mei dan Juni. Namun dari sisi ekonomi, yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan ketahanan pangan masyarakat Bali. ‘’Bank Indonesia telah membentuk TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah – red) yang bertugas menjaga stabilisasi harga pangan terutamanya bahan pokok,’’ katanya.
Bali yang memiliki sembilan kabupaten/kota, enam di antaranya memiliki pilar ekonomi di sektor pertanian, perikanan dan perkebunan. Maka dari itu, dalam upaya menjaga ketahanan pangan, Trisno Nugroho menyarankan dilakukan dagang antarkabupaten untuk memenuhi kebutuhan masing-masing kabupaten/kota, dengan dikoordinir oleh provinsi. Dalam rantai ekonomi pangan tersebut, yang perlu dijaga adalah ketersediaan bahan pangan, keterjangkauan harga dan distribusi lancar. Ketiga rantai tersebut perlu dijaga agar tidak terjadi gejolak harga. Apalagi saat ini pendapatan masyarakat banyak yang berkurang, bahkan unpaid leave. ‘’Uangnya terbatas, jadi jangan sampai harga-harga bahan pangan tinggi,’’ ungkapnya sambil menyebut masing-masing daerah agar tidak mengunci daerahnya untuk menjaga distribusi pangan tetap lancar.
Trisno Nugroho menambahkan, kalangan usaha telah dibantu dengan stimulus keringanan kredit dan insentif pajak. Dengan kebijakan dari regulator baik OJK, BI dan pemerintah pusat, perbankan dapat memberikan keringanan kredit pada debitur dengan status pembayaran kredit lancar.
Keringanan kredit diberikan dengan melakukan assessment masing-masing debitur, karena tidak memungkinkan semua debitur diberikan keringanan. “Karena uang dari bank itu milik masyarakat. Tidak mudah memberikan keringanan kredit, karena bank mempunyai cara assessment setiap nasabahnya mengingat bank punya aset dan liability. Kalau semua orang minta keringanan kredit, bank juga akan kesulitan,” ujarnya. (Rindra Devita/Citta Maya/balipost)