DENPASAR, BALIPOST.com – Bali mengekspor manggis untuk kali pertamanya ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada Minggu (26/4). Manggis dari petani Bali tersebut dihargai Rp 8.000 per kg.
Harga ini lebih rendah dari harga ekspor manggis sebelum pandemi COVID-19 yang saat itu manggis yang diekspor ke Tiongkok dihargai Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per kg.
Petani sekaligus pengepul manggis, Made Sianta, Senin (27/4), mengatakan, Dubai merupakan pasar alternatif. Dengan adanya pandemi COVID-19, manggis tidak bisa dikirim ke Tiongkok, sehingga beralih ke Dubai. “Pasar ke Tiongkok tidak hilang, tapi ini hanya sementara karena penerbangan ke Tiongkok banyak yang tutup,” ujarnya.
Diungkapkannya, harga manggis saat ini yang diekspor ke Dubai sangat rendah, bahkan lebih rendah dari harga pembelian di supermarket di Bali. “Di Tiara Dewata saja yang tidak begitu ketat sortirannya manggis kualitas super 1 atau grade A diambil Rp 9.000 per kg,” tegasnya.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, menurutnya, tidak ada pilihan lain selain mengekspor ke Dubai. Sebab, pasar ke Tiongkok sedang lesu, sementara saat ini sedang musim panen raya manggis di Pupuan. “Petani tetap jual manggisnya supaya bisa dibelikan sembako, sudah bersyukur sekali, karena situasi pandemi ini,” jelasnya.
Ketua Asosiasi Petani Manggis Kabupaten Tabanan Jero Tesan mengatakan, potensi pasar manggis ke Dubai cukup bagus. Harga manggis ekspor rata-rata USD 1 – 2 per kg. Sebelum pandemi COVID-19, harga manggis tujuan ekspor mencapai USD 3 – 4 dolar.
Pengiriman pertama ke Dubai ini serapannya kecil karena volume yang diperlukan oleh Dubai jauh lebih kecil dibandingkan Tiongkok. Ia menampik harga manggis yang diekspor ke Dubai lebih rendah daripada ke Tiongkok, karena harga itu dihitung berdasarkan kontinuitasnya.
Namun dia mengakui serapan Tiongkok lebih tinggi dari Dubai. “Sebenarnya harga di Arab memang lebih standar daripada Tiongkok. Bahkan Tiongkok saja sekarang harganya USD 1 atau sekitar Rp 15.000. Dulu sempat Rp 70.000. Jadi, fluktuasi harganya sangat tinggi sekali. Jika dihitung, berarti Tiongkok sekarang lebih rendah harganya daripada di Arab,” jelasnya.
Sementara, break event point petani manggis setelah ia melakukan survei ke petani adalah Rp 4.000 per kg. Harganya cukup rendah karena manggis tidak memerlukan perawatan khusus. Tenaga untuk mengelola kebun manggis pun tidak banyak, hanya pada saat memetik saja. (Citta Maya/balipost)