JAKARTA, BALIPOST.com – Sejalan dengan proses pengambilalihan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) yang sejak 1945 dikelola Singapura, seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) penerbangan di Indonesia perlu melakukan kerjasama. Hal itu bertujuan agar Indonesia dapat benar-benar siap dalam mengelola wilayah udaranya sendiri.
Ketua Masyarakat Hukum Udara, Andre Rahadian dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Jumat (16/6) mengatakan, walaupun tidak ada keraguan soal kedaulatan wilayah, namun kontrol atas wilayah udara Indonesia memang harus ada di tangan Indonesia. Andre mengatakan, ada tahapan dan proses yang harus dipenuhi untuk bisa mengelola dengan baik, seperti masalah peralatan, kesiapan sumber daya manusia, dan berbagai faktor pendukung yang lain.
Itu mengingat pengelolaan FIR menyangkut hal fundamental, yaitu keselamatan penerbangan. Disamping itu, FIR di kawasan kepulauan Riau dan Natuna adalah wilayah yang sangat padat dengan penerbangan komersial.
Sebelumnya, digelar seminar bertema Perubahan Batas Flight Information Region. Seminar yang diprakarsai Kemenlu dan Masyarakat Hukum Udara tersebut menampilkan berbagai nara sumber yang terkait dengan penanganan FIR. Seminar digelar berkaitan dengan rencana pemerintah segera mengambil alih pelayanan navigasi penerbangan di kawasan kepulauan Riau dan Natuna.
Dirjen Hukum dan Perjanjian lnternasional, Kemenlu Andri Hadi mengatakan, FIR adalah soal pelayanan navigasi penerbangan yang tidak terkait dengan kedaulatan. FlR dalam Annex 11 tentang Air Traffic Services dari Konvensi Penerbangan Sipil lnternasional 1944, dikenal dengan nama Konvensi Chicago, adalah suatu wilayah udara dimana dalam wilayah udara tersebut diberikan pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan peringatan/kesiapsiagaan (alerting service).
Penetapan batas FIR, kata Andri, dititikberatkan pada pertimbangan serta kepentingan teknis dan operasional pelayanan navigasi penerbangan untuk menjamin keselamatan dan efisiensi penerbangan dan tidak harus berhimpit dengan batas wilayah negara karena FIR tidak berkaitan dengan persoalan kedaulatan. Perubahan terhadap batas FIR Singapura-Indonesia ini, kata dia, memerlukan peningkatan kemampuan teknis operasional manajemen ‘lalu lintas penerbangan Indonesia yang meliputi aspek infrastruktur, kuantitas, dan kualitas SDM. (Nikson/balipost)