Pemudik
Kapal barang di PPI Sangsit yang akan ditumpangi pemudik menuju Pelabuhan Sapekan, Madura. (BP/sos)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Aktivitas mudik telah dilakukan sejumlah warga yang mengadu nasib di Bali. Jalur laut menjadi salah satu alternatif yang digunakan. Namun, yang menjadi sasaran tak hanya Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana. Melainkan juga Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Sangsit, Kabupaten Buleleng. Ditengah banyaknya pemudik, pangkalan yang berlokasi di Dusun Pabean Sangsit ini belum dilengkapi kapal perintis. Atas kondisi itu, kapal pengangkut ikan pun terpaksa menjadi incaran.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Selasa (20/6), calon penumpang sudah menunggu kedatangan kapal sejak pukul 07.00 Wita. Mereka yang akan menuju Pelabuhan Sapeken, Madura tak hanya tinggal di Kabupaten Buleleng, tetapi juga di Denpasar. Dipilihnya PPI Sangsit untuk keberangkatan karena jarak tempuh yang dihabiskan lebih singkat jika dibandingkan Pelabuhan Gilimanuk. “Kalau dari sini (PPI-red) bisa sampai sekitar tujuh jam. Kalau dari Gilimanuk lebih dari itu,” ujar salah seorang pemudik, Imam Hadi.

Baca juga:  Soal Dana Bansos Kemensos, Sejumlah Kendala Hambat Penyaluran

Ditengah kondisi demikian, pangkalan ini belum didukung fasilitas memadai. Pemudik belum bisa menikmati perjalanannya dengan kapal perintis. Supaya bisa sampai di kampung halaman, terpaksa menumpang pada kapal ikan. Hal itu cara satu-satunya yang bisa ditempuh. “Tidak ada kapal lain. Jadwal kedatangan kapal perintis juga belum pasti. Terpaksa naik kapal barang. Kami mohon kebijaksaan. Hanya untuk ini (mudik-red) saja,” ungkap pemudik lain, Rahim.

Pria asal Pagerungan, Madura ini juga menyebutkan selain waktu tempuh yang lebih singkat, biaya mudik melalui PPI juga bisa lebih murah. “Biaya juga jadi pertimbangan,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala UPP Kelas III buleleng, Ni Luh Putu Eka Suyasmin menjelaskan jika melihat dari fungsinya, PPI hanya dikhususkan untuk angkutan barang. Namun ditengah arus mudik ini, pihaknya memberi kebijakan kelonggaran maklumat pelayaran. Dalam artian, kepala layar motor diizinkan mengangkut penumpang, dengan catatan jumlahnya terbatas. “Kemarin-kemarin masih bisa kami tekan. Tetapi sekarang tidak berani lagi karena tidak ada transportasi lain,” jelasnya.

Baca juga:  Puluhan Penyandang Tunanetra Simulasi Nyoblos

Kebijakan yang diambil itu diakui menimbulkan sebuah dilema. Jika terjadi kecelakaan, otoritas pelabuhan akan terkena dampak. Jika pemudik tidak terlayani, juga akan berhadapan dengan hal yang bersifat kemanusiaan. “Karena seperti itu, kapalnya dicek betul. Kondisi cuaca juga harus dilihat,” ungkapnya.

Usulan pengadaan kapal perintis, sebut Suyasmin sudah disampaikab kepada Pemkab Buleleng melalui Dinas Perhubungan pada Mei lalu. Namun belum mendapatkan jawaban. “Karena ini kaitannya ke daerah, kami sudah usulkan pengadaan kapal perintis. Tapi belum mendapat jawaban,” jelasnya.

Baca juga:  Akhirnya Setelah 28 Tahun, Mahkota GWK Terpasang

Kepala Dinas Perhubungan Buleleng, Gede Gunawan A.P mengatakan untuk kapal perintis, memang ada bantuan dari Kementerian Perhubungan. Namun sesuai informasi, itu hanya untuk daerah terluar. “Kami sempat dipanggil Kadis Perhubungan Provinsi karena kewenangan kelautan ada disana (provinsi-red). Kami mengiyakan soal bantuan kapal perintis itu. Tetapi kemudian ada pemikiran lain, yang mendapatkan bantuan adalah daerah terluar. Kita apa sudah masuk daerah terluar apa tidak?,” katanya.

Menanggapi usulan pengadaan kapal perintis dari kesyahbandar, mantan Kabag Humas dan Protkol Setda Buleleng ini justru menyebutkan belum ada koordonasi secara intensif. “Tetapi kalau diharapkan untuk memberikan rokomendasi, kita harus. Tetapi kembali lagi, kewenangan kelautan ada di provinsi,” tandasnya. (sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *