DENPASAR, BALIPOST.com – Ancaman COVID-19 diyakini akan berlanjut. Virus ini akan hidup berdampingan dengan manusia. Asumsi ini mestinya membuat manusia mempersiapkan diri menghadapi dan mengelola tantangan hidup era baru.
Optimisme dan bergerak membangun perekonomian harus dimulai. Bersamaan dengan itu, ancaman tersandera COVID-19 juga harus diurai.
Asumsi ini pun direspons oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Bali, Trisno Nugroho. Ketika diwawancarai Bali Post, Senin (18/5), ia mengatakan Indonesia dan Bali khususnya tidak mampu hidup dengan pembatasan aktivitas. Terlebih Bali sangat tergantung dari sektor pariwisata. Ekonomi Bali akan tumbuh jika mobilitas orang normal.
Namun hal ini tetap harus dikorelasikan dengan pendekatan pengendalian COVID-19. Jika Pemerintah Provinsi Bali telah mampu mengendalikan COVID-19, yang perlu diwaspadai ke depannya adalah pandemi tahap kedua. ‘’Kita tidak berharap ada second wave, tetapi ketika nantinya Indonesia dan Bali dibuka, aktivitas ekonomi dibuka, maka perlu diwaspadai pandemi fase kedua. Untuk itulah penerapan protokol kesehatan harus ketat,’’ ujarnya.
Ia mengatakan, Bali punya optimisme untuk bangkit. Ini haruslah menjadi kekuatan Bali menghadapi tantangan ekonomi mengelola kehidupan pada Bali era baru. Bali haruslah bersiap untuk itu dengan melakukan mitigasi potensi yang ada. ‘’Indonesia dan Bali tidak selamanya mampu lockdown. Memang, digitalisasi bisa dilakukan, tapi hasilnya tidak sebesar offline,’’ jelasnya.
Untuk menyambut era baru, penyelamatan ekonomi harus dikuatkan dan digarap lebih optimal. Petani harus difasilitasi. Mereka mestinya diberikan bibit dan didampingi penanamannya. Kemudian setelah panen, dibantu pemasarannya.
Sementara para eksportir didorong produksinya, transportasi dan logistik. Ia pun sedang melakukan mapping eksportir yang perlu didorong. Konsumsi rumah tangga dibantu dengan bansos, mengingat konsumsi rumah tangga penyangga ekonomi terbesar dari sisi pengeluaran.
Ia juga meminta pemda mewaspadai ketahanan pangan. Hasil koordinasinya dengan lintas sektor, bahan pangan cukup sampai Desember.
Pariwisata yang merupakan sumber ekonomi utama Bali dalam menyambut Bali era baru juga harus menerapkan SOP baru. Menurutnya, minat masyarakat di seluruh dunia untuk bepergian masih kuat.
Bali memiliki kesempatan untuk mendapatkan peluang tersebut. Namun membuka akses pariwisata harus berhati-hati seperti yang dilakukan Australia dan New Zealand yang disebut travel bubble strategy. “Dua negara tersebut bekerja sama untuk saling mengunjungi. Kita juga siapkan pariwisata kita mulai dari bandara, transportasi, hotel, food and beverage, sektor informal (souvenir), DTW, fasilitas kesehatan, mall, SDM-nya harus disiapkan SOP baru, ditraining kemudian juga diaudit. Kita harus siapkan dengan lifestyle baru, ketika Indonesia dan Bali ini dibuka,’’ bebernya.
Dalam mengelola kehidupan era baru ini perlu disiapkan sistem pembayaran nontunai dan di Nusa Dua dikatakan 99 persen telah siap dengan non-cash. Non-cash ini juga merupakan kesiapan menyambut era baru mengingat adanya penyebaran virus melalui uang.
Sementara itu, akademisi Putu Krisna Adwitya Sanjaya, S.E., M.Si. mengatakan, Bali memang harus mendesain ulang sektor penguatan ekonominya. Fondasi di sektor pariwisata harus disangga.
Bahkan, pada era baru ke depan pemetaan yang jelas dan oprtimisme haruslah menjadi modal dan spirit. “Bali memang memerlukan mobilitas orang untuk memulihkan ekonominya saat pandemi masih bergerak. Namun, hal lain tentu bisa dikelola sebelum pariwisata benar-benar pulih,” sarannya.
Krisna mengakui perekonomian dengan melonggarkan mobilitas orang dan kesehatan memang sama-sama penting. Namun, kepentingan tersebut perlu dipilah berdasarkan skala prioritas. “Hasil recovery bidang kesehatan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ada akan menjadi penentu era baru pengelolaan ekonomi ke depan. Inilah yang akan menjadi indikator baru dalam menata perekonomian,” jelasnya.
Menurut dosen Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar ini, ada hikmah di balik pandemi Covid-19, khususnya terhadap pengembangan SDM. Covid-19 ini memberikan pelajaran yang amat berharga untuk membentuk mindset individu atau SDM ke depannya untuk lebih kreatif dan inovatif. (Citta Maya/Winatha/balipost)