Proses pengundian kios bagi para pedagang. (BP/nik)

GIANYAR, BALIPOST.com – Polemik revitalisasi Pasar Umum Gianyar belum menemukan titik terang. Namun sejumlah tokoh Desa Adat Gianyar mengajak masyarakat untuk mendukung revitalisasi Pasar Umum Gianyar. Hal ini tidak lain untuk menjaga situasi di desa adat agar tetap kondusif.

Ketua Saba Desa Adat Gianyar, Ida Bagus Nyoman Rai mengatakan saat dirinya masih aktif sebagai DPRD Gianyar memang rencana revitalisasi Pasar Umum Gianyar didukung penuh, karena muaranya berorientasi pada peningkatan pendapatan bagi masyarakat. “Harapan kita peningkatan perfomen Gianyar selaras dengan revitalisasi Pasar Umum Gianyar, dengan revitalisasi ini wajah kota pasti berubah dan nanti menjadi destinasi yang mengimbangi keberadaan puri, dan Pasar Gianyar menjadi brand untuk pasar kuliner dan pasar tradisional yang dikelola secara modern, ” katanya

Pria yang sebelumnya anggota DPRD Gianyar ini juga berharap pengelolaan parkir diberikan kepada desa adat. ” Minimal sama seperti dulu, atau bila perlu meningkat, ” katanya.

Baca juga:  Disdagprin Ancam Bongkar Pengerjaan Proyek Pasar Tidak Sesuai Bestek

Sementara terkait kepemilikan lahan Pasar Umum Gianyar, dikatakan secara historis pada 1977, warga yang dipindahkan ke lokasi Gunung Agung disiapkan oleh pemerintah. Dikatakan itu memang pengangti tanah, karena yang ditempati dulu dipergunakan untuk Pasar Umum Gianyar. ” Jadi itu pemerintah yang memindah, dan semua sudah diganti oleh pemerintah, nilai perarenya juga besar, ” katanya.

Terkait desa adat yang mengklaim areal pasar sebagai kawasan tanah ayahan desa atau PKD, Gus Rai enggan berkomentar. ” Entah apa pertimbangannya, kan harus detail, kalau desa adat mau mengakui, seberapa yang mau diakui, ” tandasnya.

Sementara Wakil Ketua Komisi I DPRD Gianyar I Nyoman Alit Sutarya menyampaikan kekhawatir adanya pihak ketiga yang membenturkan desa adat dengan Pemkab Gianyar. Mengingat setiap kebijkan yang dikeluarkan oleh pemkab Gianyar selalu dijadikan polemik. Alit menyatakan, apa yang dilakukan oleh Pemkab Gianyar terhadap Pasar Umum Gianyar, bukan membangun baru, melainkan revitalisasi.

Baca juga:  Kisruh Revitalisasi Pasar Umum Gianyar, Pemkab Tutup Celah Mediasi Bagi Pedagang Dan Desa Adat

“Jika membangun baru tentu ada proses-proses yang dilalui terkait pembebasan lahan dan lainya, dengan tukar guling lahan, atau kompensasi pengganti, sementara merevitalisasi itu tidak ada kaitanya dengan alas hak tanah, karena proses pembangunan telah final sejak pasar dibangun, ” tegas politisi yang juga Krama Desa Adat Gianyar ini.

Ia mempertegas lagi, pasar Gianyar telah dibangun dari tahun 1947 dan kemudian ada perluasan di tahun 1977. Dalam proses tersebut sudah ada dasar-dasar pernyataan dari warga berupa surat pernyataan dari warga terkait proses ganti rugi atau tukar guling. Selama kurun waktu tersebut tidak ada yang mempermasalahkan terkait status tanah. Bahkan tanah pemkab yang dijadikan penukar sudah masuk menjadi tanah PKD atau ayahan desa. ” Dana sebesar 250 Miliar, tidak mungkin terealisasi tanpa ada kejelasan tanahnya, kenapa ketika adanya revitalisasi baru dipermasalahkan, ” katanya.

Baca juga:  Pascakebakaran, Segini Estimasi Perbaikan Pasar Baturiti

Untuk diketahui, Alit menambahkan, dalam undang-undang dasar tahun 1945 pasal 33 ayat 3, bumi, air, udara, serta kekayaan alam yang terkadandung di dalamnya dikuasai oleh negara sebasar-besarnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. “Pemkab menguasai bukan memliki, terkait pasar umum Gianyar pemkab menguasai tanah kan untuk kepentingan masyarakat. Desa adat pun telah diajak bekerjasama untuk mengelola parkir dan sengol, ” tegasnya.

Alit mengajak stakholder di desa adat untuk menyikapi, agar tidak sampai Desa Adat Gianyar dibenturkan dengan pemerintah. Bila kondisi ini dibiar, ia khawatir masyarakat yang tidak paham, akan terprovokasi. ” Jika ada permasalahan mari kita kordinasikan, kedepakan dengan cara dialogis, jangan sampai ketika desa menginventarisasi aset desa malah menjadi sengketa hukum, yang berujung keranah pengadilan, karena dipengadilan yang dibutuhkan bukti-bukti hukum bukan bahasa kone, ” katanya. (Manik Astajaya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *