Seorang petani menunjukan buah cabai merah besar yang sudah dipanen. (BP/Ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Petani cabai di Kintamani menjerit lantaran harga cabai anjlok. Cabai merah besar yang biasanya bisa dijual petani dengan kisaran Rp 15 ribu per kilogram, kini hanya laku Rp 3 ribu per kilogram. Akibat murahnya harga cabai saat ini, banyak petani yang enggan panen dan membiarkan buah cabainya yang sudah siap panen membusuk di pohon.

I Komang Suastika, petani cabai di Desa Belandingan mengungkapkan anjloknya harga cabai sudah mulai dirasakan sejak tiga hingga empat bulanan terakhir. Tak hanya murah, cabai yang diproduksi para petani juga tak laku dijual. “Susah sekali jualnya. Sama sekali tidak ada yang beli. Kalau ada yang beli kan masih mendingan, ini pembelinya tidak ada. Kalau dibawa ke pasar juga tidak laku,”ungkapnya, Senin (1/6).

Baca juga:  380 Rare Angon Ikuti Lomba Layangan Virtual

Dengan harga yang terjun bebas seperti sekarang, Suastika mengaku merugi. Harga jual Rp 3 ribu per kilogram tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Tingginya biaya produksi dikarenakan obat-obatan yang dibutuhkan selama masa tanam harganya lumayan mahal. Agar petani bisa dapat untung, idealnya harga jual cabai minimal Rp 15 ribu per kilogram. “Kalau dihitung kerugian ya lumayan. Saya tanam 11 ribu pohon, kerugian sekitar Rp 30-40 juta,” terangnya.

Mengenai penyebab anjloknya harga cabai saat ini, Suastika yang juga perbekel Desa Belandingan itu mengaku tak tahu secara pasti. Menurutnya, kemungkinan harga cabai saat ini terimbas wabah Corona. Dia mengatakan anjloknya harga cabai saat ini paling ekstrem. Sebelum- sebelumnya kalau pun anjlok, masih laku dijual berkisar Rp 8 ribu per kilogram. “Mungkin harga anjlok karena banyak restoran yang tutup. Selama ini cabai produksi petani kan banyak diserap suplayer untuk perhotelan dan pabrik saos,” ujarnya.

Baca juga:  Kumulatif Kasus COVID-19 di Bangli Capai 746 Orang, Ini Rentang Usia Warga Terjangkit

Dengan harga Rp 3 ribu per kilogram, lanjut diungkapkan Suastika, kebanyakan petani enggan memanen cabainya dan memilih membiarkan buah cabainya busuk di pohon. Buah cabai yang sudah merah dan siap panen jika dibiarkan di pohon akan rontok dan membusuk dalam kurun waktu semingguan. “Kebanyakan petani bingung mau diapakan cabainya. Makanya kalau sudah seperti sekarang dibuang dipohon,” ujar Suastika.

Selain cabai, harga tomat juga diakuinya anjlok. Per kilogramnya tomat hanya laku dijual Rp 1500. Normalnya harga tomat berkisar Rp 5-6 ribu per kilogram. Saat ini kebanyakan petani di wilayah Kintamani mengisi lahannya dengan tanaman cabai dan tomat.

Baca juga:  Dimediasi DPRD, Perusda Bali Talangi Gaji Karyawan UP Pulukan

Di tengah anjloknya harga komoditas cabai dan tomat, dirinya selaku petani pun hanya bisa berharap pemerintah dapat membantu mencarikan solusi atas masalah yang dihadapi petani. (Dayu Rina/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *