DENPASAR, BALIPOST.com – Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat. Dalam hal ini, menjelaskan bagaimana masyarakat dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Keberadaan dana desa diharapkan ikut berperan dalam peningkatan IPM itu. “Dana desa utamanya memang dipakai untuk pembangunan infrastruktur sosial dasar dan infrastruktur sosial. Namun juga bisa digunakan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di desa,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bali, I Ketut Lihadnyana di Denpasar.
Di bidang pendidikan misalnya, lanjut Lihadnyana, dana desa bisa dipakai untuk membuat PAUD. Bisa pula dipergunakan untuk memberikan kursus bagi masyarakat miskin. Seperti pada desa tertentu di Bali, dana desa dimanfaatkan untuk membiayai kursus bahasa Inggris bagi masyarakatnya yang tidak mampu.
“Sudah banyak desa menerapkan untuk sektor pendidikan, bahkan ada 50 persen lebih karena sesuai dengan ketentuan,” jelasnya.
Menurut Lihadnyana, kegiatan pemberdayaan ekonomi pun bisa memakai dana desa untuk menunjang pendapatan masyarakat. Seperti sekarang, sudah banyak desa yang membentuk Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
“Nanti diarahkan sesuai dengan potensinya dan nanti masing-masing desa mempunyai semacam keunggulan masing-masing yang disebut dengan one village, one product. Nah, sekarang intinya dengan Undang-undang desa, percepatan pembangunan di desa menjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang sebelumnya,” paparnya.
Lihadnyana menambahkan, ini tidak lepas karena desa-lah yang menentukan dan merencanakan sendiri pembangunan di desanya. Setelah itu, desa langsung melaksanakan sendiri dan melakukan pengawasan. Selain itu, desa diberi kewenangan untuk mengatur sumber anggaran, sumber daya dan mengatur juga masalah SDMnya. “Dana desa tahap pertama sudah cair semua, dan sekarang sedang dijalankan. Untuk tahap kedua, akan cair sekitar bulan September. Mungkin Bali satu-satunya di Indonesia yang telah menggunakan aplikasi Siskeudes,” imbuhnya.
Lihadnyana menjelaskan, siskeudes (sistem keuangan desa) sekaligus menjawab kekhawatiran terkait mampu tidaknya desa mengelola anggaran yang begitu besar. Aplikasi ini mendorong desa untuk membuat laporan keuangan yang akuntabel. Dana desa harus digunakan sesuai dengan peruntukannya, karena kalau di luar itu, sistem pasti akan menolak.
“Kami berharap bisa memberikan sebuah dampak bagaimana desa itu kemudian sejajar dengan kota. Artinya dari segi sarana prasarana, infrastruktur yang tersedia di desa, itu kita harapkan nanti bisa mendekati infrastruktur yang berada di kota,” pungkasnya. (Rindra Devita/balipost)