DENPASAR, BALIPOST.com – Pelayanan rapid test sebelumnya diberikan secara gratis bagi awak kendaraan pengangkut logistik. Tapi sejak Kamis (18/6), pelayanan rapid test gratis itu dihentikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Bali.
Kondisi ini pun menimbulkan kisruh di kalangan awak angkutan logistik yang menyeberang ke Bali. Bahkan ada ancaman mogok dan tidak mau menyeberang ke Bali untuk mengangkut logistik.
Para supir dikabarkan sampai menutup akses pintu keluar Terminal Sritanjung sebagai bentuk protes. Ini lantaran kebijakan ketentuan kelengkapan surat kesehatan berupa rapid test yang dirasa sangat mahal.
Gubernur Bali, Wayan Koster pun menanggapi adanya ancaman ini, Jumat (19/6). “Kalau dia nggak ngirim beras, nggak apa-apa. Di Bali beras banyak, lagi surplus beras kita sekarang habis panen,” tegasnya.
Koster melihat memang ada beberapa oknum yang nakal dan tidak mau melakukan rapid test secara mandiri. Mantan anggota DPR RI ini menegaskan bahwa semua pihak harus sama-sama tertib dan tidak mentolerir siapapun yang “nakal”.
Kalau tidak mau melakukan rapid test mandiri, maka harus putar balik. “Yang mau bayar, tidak masalah. Ada yang memang nakal, tidak mau bayar. Kalau orang nakal, masak kita layani,” tandasnya.
Ia pun mengatakan saat ini situasinya tidak lagi mudik. “Sekarang situasinya sudah tidak lagi mudik dan kendaraan pengangkut logistik ini kan pengusaha,” ujarnya.
Menurut Koster, rapid test setiap harinya minimal dilakukan terhadap 1500 orang. Satu kali rapid test, biayanya adalah Rp 135 ribu. Itu artinya, Pemprov Bali mesti merogoh kocek hingga Rp 2 miliar lebih untuk melakukan rapid test setiap harinya.
Secara keseluruhan, pihaknya sudah mengeluarkan ratusan miliar untuk rapid test. “Tidak mungkin itu diberlakukan setiap hari. Kalau terus-terusan diberlakukan sampai tidak tahu kapan berhentinya, berapa habis dananya. Padahal yang berjalan ini adalah orang pengusaha,” jelasnya.
Koster menambahkan, pihaknya tidak bisa terus melayani rapid test secara gratis bagi para awak kendaraan logistik. Mengingat, kendaraan logistik itu masuk ke Bali untuk berbisnis. Yakni menjual barang-barang yang diangkut tersebut di Bali.
Oleh karena itu, pengusaha angkutan/pengusaha logistik mestinya menanggung biaya rapid test awak kendaraannya. Pihaknya sudah bersurat secara resmi melalui asosiasi para pengusaha angkutan/logistik tersebut. “Sebelum diberlakukan secara mandiri, itu sudah diumumkan beberapa hari sebelumnya. Sudah dibahas di Ketapang untuk pemberlakuan rapid test dengan mandiri. Jadi kalau dia tidak membawa rapid test ya tidak boleh masuk Bali,” imbuhnya. (Rindra Devita/balipost)