SINGARAJA, BALIPOST.com – Empat perbekel di Kecamatan Buleleng memprotes sistem sonasi pada Penerimaan Peeserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2018. Pasalnya, sekitar 400 lulusan SD di wilayah mereka terancam tidak diterima di SMP yang dilamar karena berjarak lebih dari 9 kilometer dari tiga SMP di Kota Singaraja. Selain itu, pembatasan kouta dan larangan dobel ship, sehingga rastusan lulusan SD di empat desa tersebut tidak mendapat sekolah, sehingga berpotensi memicu angka angka drop out (DO).
Empat perbekel yang melayangkan protes masing-masing, Ketut Suka (Perbekel Desa Kalibukbuk), Made Budi Arsana (Perbekel Desa Anturan), Made Arka (Perbekel Tukadmungga), dan Putu Mertayasa (Perbekel Desa Pemaro). Keempatnya mengadukan persoalan itu kepada Komisi IV DPRD Buleleng. Pengaduan mereka diungkapkan dalam pertemuan Kamis (29/6) di kawasan Wisata Lovina. Dalam diskusi itu tampak hadir Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Gede Wisnaya Wisna, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan Kadek Turkini, dan Ketua Fraksi Partai Golkar Nyoman Gede Wanidra Adi.
Perbekel Desa Kalibukbuk Ketut Suka mengaku was-was kalau lulusan SD di wilayahnya terancam tidak diterima di tiga SMP yang dilamar. Ketiga sekolah itu yakni SMP N 2, SMP N 4, dan SMP N 6 Singaraja. Kekhawatirannya itu karena sistem zonasi sesuai regulasi pemerintah pusat merugikan lulusan SD di desanya yang notabene jauh dari ketiga sekolah tersebut. Selain itu, dirinya juga meyakini lulusan SD yang tinggal dekat dengan ketiga skeolah itu akan memenuhi kouta penerimaan siswa baru.
“Kami takut sekali kalau anak-anak kami dan juga lulusn SD di desa lain sekitar 400 anak yang juga jaraknya jauh dari kota tidak dapat sekolah. Dengan sonasi ini otomatis anak-anak yang dekat sekolah di kota saja yang diterima. Aalagi kouta siswa yang diterima dibatasi. Kalau tidak dietrima, ke mana mencari sekolah dan kalau bisa dikembalikan saja dengan sistem lama,” katanya.
Senada diungapkan Perbekel Anturan Made Budi Arsana. Jika lulusan SD yang tidak diterima di tiga SMP yang dilamar sesuai sonasi, otomatis anak bersangkutan ahrus mencari sekolah negeri lain atau pilihan teakhir mendaftar ke sekolah swasta. Pilihan sekolah swasta dipastikan tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Pasalnya, sekolah swasta akan memungut biaya mahal. Biaya yang mahal itu mulai dari uang SPP atau uang pangkal lebih dari Rp 1 juta. Untuk itu, solusi melamar ke sekolah swasta dipastikan tidak mampu dipenuhi oleh para orang tua siswa yang tidak seluruhnya memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak didiknya di sekolah suwasta. “Kalau sekolah negeri lain kecil kemungkinan karena kouta terbatas itu akan menutup ruang menerima anak-anak yang tidak diterima di sekolah yang dilamar. Kalau suwasta orangtua tidak semuanya mampu memenuhi biaya mahal. Kami mintakan bantuan agar difasilitasi kepada dewan untuk mencarikan solusi terbaik,” tegasnya.
Menanggapi protes empat perbekel itu, Ketua Komisi IV Gede Wisnaya Wisna mengatakan, PPDB mengikuti Permendikbud No. 17 Tahun 2017 dengan sistem sonasi telah memunculkan persoalan di lapangan. Bukan hanya keberatan dari empat perbekel yang diterimanya, namun di desa lain karena sebaran sekolah yang tidak merata dipastikan menemukan persoalan yang sama.
Dari pemantauannya beberapa sekolah yang kelebihan kouta siswa baru hingga puluhan orang. Ini karena kebijakan pembatasan kouta dan larangan sekolah membuka sistem dobel ship. Tak pelak, kondisi ini dipastikan akan memunculkan angka DO akan membengkak. Untuk mencari jalan keluar terbaik pihaknya berjanji Jumat (30/6) hari ini akan berkordinasi dengan jajaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). Kordinasi ini diharapkan akan menghasilkan solusi jangka pendek, sehingga lulusan SD terutama di empat desa di Kecamatan Buleleng dan desa lain bisa ditampung.
“Jangka pendek yang harus diambil adalah keberanian pemerintah harus melakukan sekolah dobel ship (pagi dan siang-red). Selain itu bisa juga menambah kouta, sehingga dengan solusi ini akan mengatasi persoalan yang terjadi di lapangan,” jelasnya.
Di tengah kekawatiran banyaknya siswa tidak dapat sekolah akibat kebijakan PPDB dengan sistem sonasi, Ketua Fraksi Partai Golkar Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mendesak pemerintah merencanakan untuk membangun sekolah baru di Kecamatan Buleleng. Penambahan sekolah baru itu diyakini akan mampu menampung lulusan SD dari Desa Pemaron, Tukadmungga, Anturan, dan Desa Kalibukbuk. Jika desakan ini ditanggapi serius, Wandira berjanji akan mendorong penuh alokasi anggaran pembanguanan mulai anggaran APBD Perubahan 2017 ini. “Sekarang kuncinya keberanian pemerintah saja seperti bupati lain. Berani menambah kouta penerimaan siswa, dan bangun sekolah baru untuk mengakomodir empat desa ini. Kalau serius mulai APBD Perubahan tahun ini kita dorong alokasi anggarannya,” jelas Wandira sembari diiyakan Ketua Fraksi PDI-Perjuangan Kadek Turkini. (mudiarta/balipost)