SEMARAPURA, BALIPOST.com – Tidak hanya insentif tenaga kesehatan, pembayaran klaim perawatan pasien COVID-19 juga tersendat. Situasi ini membuat pihak rumah sakit harus berkoordinasi serius dengan pemerintah daerah mengenai pembayaran biaya perawatan pasien.
Direktur RSUD Klungkung dr. Nyoman Kesuma, Kamis (2/7), mengatakan, klaim pertama yang diajukan sebesar Rp 960 juta. Klaim tersebut sudah dibayarkan 50 persen.
Tetapi, untuk menerima pembayaran klaim secara penuh, maka pihak RS harus melengkapi kekurangan persyaratan. Sesuai hasil verifikasi BPJS, semua dokumennya harus dilengkapi. Tetapi, kekurangan persyaratan tersebut sejatinya akibat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang keluar belakangan.
Penanganan pasien COVID-19 sudah dilakukan sejak Maret. Setelah Mei baru muncul Permenkes baru.
Sementara, dokumen klaim harus mengacu pada regulasi yang baru ini. Akhirnya, acuan BPJS dalam melakukan verifikasi adalah regulasi yang keluar pada Mei.
Ini, jelas membuat pihak RS kesulitan memenuhi persyaratan yang belum lengkap karena pasien yang sebelumnya tertangani, juga sudah pulang. “Kami disuruh melengkapi. Tetapi, kami tidak bisa melakukannya. Misalnya diminta melengkapi hasil pemeriksaan rontgen pasien, sementara pasien COVID yang kami tangani sudah lama pulang,” katanya.
Karena seperti ini, pihaknya sempat kebingungan nantinya siapa yang akan menanggung biaya perawatannya. Sebab, klaim kedua yang diajukan pihak rumah dengan total 25 pasien, yang lolos verifikasi juga hanya satu orang.
Total dana klaim kedua ini sebesar Rp 840 juta, yang direalisasikan pusat hanya Rp 52 juta. Sementara untuk pengajuan yang ketiga, sedang diproses kembali untuk diverifikasi oleh BPJS. Ini merupakan sisa pasien yang sebelumnya telah ditangani ditambah dengan pasien yang bertambah di bulan Juni.
Pihaknya mengaku sudah membicarakannya dengan Kepala Dinas Kesehatan, Sekda Klungkung maupun dengan Bupati Klungkung. Hasilnya, pemerintah daerah sudah berkomitmen, seandainya memang tidak lolos dalam verifikasi pusat, nanti bisa ditanggung oleh pemerintah daerah. Hanya saja nantinya tarifnya memakai tarif daerah, bukan standar tarif pusat. (Bagiarta/balipost)