DENPASAR, BALIPOST.com – Puluhan elemen masyarakat di Bali mendatangi kantor DPRD Bali, Kamis (16/7). Kedatangan mereka ke rumah rakyat itu untuk menyampaikan penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Penolakan RUU ini didasari atas pembahasan Omnibus Law lebih mengedepankan formalitas ketimbang kontekstualnya. Diyakini RUU ini disiapkan untuk kepentingan investor dan pengusaha. Hal tersebut diterangkan Abror Torik Tanjilla, humas aksi Aliansi Bali Tidak Diam.
Dikatakannya, omnibus law akan mengulangi watak kolonial, tanpa belas kasihan mengeruk keuntungan untuk golongan tertentu, dengan memeras tenaga kerja tanpa perlindungan dan memberikan upah murah. Bahkan, akan ada banyak pekerja yang di-PHK maupun dirumahkan tanpa adanya kejelasan upah.
Menurutnya, aksi kali ini untuk menyampaikan bahwa Bali tidak diam atas RUU Omnibus Law dan di Bali juga ada penolakan. Pada aksi kali ini ada dua tuntutan yang disampaikan yakni menuntut pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dan meminta Presiden membatalkan Surat Presiden Republik Indonesia R-06/Pres/02/2020 terkait RUU tentang Cipta Kerja. “Harapannya, kita ingin bertemu anggota DPRD untuk menyepakati kesepakatan bahwa anggota DPRD dan peserta aksi itu ingin meminta untuk menggagalkan omnibus law,” kata Abror.
Kalau sampai RUU ini disahkan, Abror menambahkan, akan melahirkan komersialisasi pendidikan yang makin marak. Kemudian, tidak akan ada lagi karyawan tetap untuk para pekerja atau buruh. Selain itu, makin banyaknya investor yang akan berinvestasi, maka makin banyak pula ekologi yang dirusak. (Eka Adhiyasa/balipost)