DENPASAR, BALIPOST.com – Bali kini memiliki tambahan tiga event kebudayaan baru untuk diselenggarakan setiap tahun “menemani” ajang Pesta Kesenian Bali (PKB). Yaitu Jantra Tradisi Bali, Festival Seni Bali Jani, dan Perayaan Kebudayaan Dunia.
Penyelenggaraannya diatur dalam Perda No.4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. “Saya kira setiap pemimpin punya ide atau gagasan yang baru ya. Kalau gubernur sebelumnya punya yang namanya PKB, kemudian ada lagi Mahalango dan sekarang ada 3 event budaya lagi,” ujar Wakil Ketua II DPRD Bali, I Nyoman Suyasa dikonfirmasi, Jumat (17/7).
Menurut Suyasa, seluruh event kebudayaan tersebut memiliki muara yang sama. Yakni ingin memperkaya dan memperkuat kebudayaan Bali itu sendiri. “Jadi tujuannya sama untuk ajeg Bali itu sendiri,” imbuh Politisi Gerindra asal Karangasem ini.
Kendati demikian, lanjut Suyasa, tetap harus ada pembaharuan dan inovasi dalam penyelenggaraannya. Dalam hal ini, jangan hanya terkesan untuk membedakan dengan pesta-pesta kesenian yang pernah dilakukan sebelumnya. Sebab, hal ini akan menimbulkan kejenuhan ataupun terasa monoton karena sama dengan event budaya sebelumnya.
“Harus ada pembaharuan dan inovasi, baik dari segi pelaksanaan maupun dari acara-acara kesenian budaya yang akan ditampilkan,” paparnya.
Secara garis besar, Suyasa mengapresiasi ketiga event baru dirancang berbeda satu sama lain. Jantra Tradisi Bali misalnya, digelar untuk menghidupkan kearifan lokal. Kemudian, Festival Seni Bali Jani sebagai wahana pengembangan kesenian modern, kesenian kontemporer, dan kesenian yang bersifat inovatif. Hal ini akan membedakan dengan ajang PKB yang menjadi wahana seni tradisi.
Kemudian, Perayaan Kebudayaan Dunia sebagai upaya diplomasi budaya dalam forum internasional/dunia. Lantaran kini masih dalam suasana pandemi COVID-19, menurutnya harus difikirkan secara matang untuk mulai melaksanakan ketiga event baru tersebut tahun ini. Terutama mengenai dampak yang akan ditimbulkan nanti. “Lebih banyak dampak buruknya apa dampak positifnya. Menurut hemat saya, jangan dulu diadakan tahun ini. Lebih baik tahun depan saat kondisi sudah mulai membaik dengan persiapan matang,” jelasnya.
Di sisi lain, Suyasa menilai bagus ide terkait Ceraken Kebudayaan Bali sebagai sistem pengelolaan data kebudayaan terpadu berbasis teknologi digital. Sebagai contoh, ada banyak peninggalan sastra Bali di beberapa negara namun tidak boleh diminta aslinya.
Untuk itu, sistem IT akan sangat bermanfaat untuk meminta copy atau salinannya. Begitu juga menyangkut pendokumentasian hasil karya seni lainnya seperti tarian, karya lukis, tabuh, dan lain-lain. “Itu akan bagus sebagai referensi buat generasi mendatang. Idenya bagus, tinggal sekarang pemerintah mau serius tidak melaksanakan itu,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)