Uang
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOSTA.com – Bali akan memasuki masa resesi karena syarat resesi telah terpenuhi, bahwa dua kali kwartal (triwulan) negatif, maka resesi ekonomi. Triwulan I pertumbuhan ekonomi Bali negatif, triwulan II pasti negatif dan diprediksi cukup dalam karena tidak hanya pariwisata yang terdampak, tapi juga turunannya. Demikian disampaikan Praktisi Keuangan Prof. Gede Sri Darma, Jumat (24/7).

Mengingat turunan dari pariwisata terdampak, sampai sektor yang paling kecil yaitu UMKM, maka penurunan ekonomi tidak dapat dipungkiri. Akibat dari semua lapangan usaha tidak bergerak, maka kecenderungan masyarakat lebih senang menjaga cash atau likuiditasnya. “Bukan daya beli menurun, namun hanya mengerem untuk membelanjakan uangnya. Karena ekonomi tidak berputar sehingga ekonomi Bali akan jatuh,” imbuhnya.

Baca juga:  Jelang Galungan, Pemda Larang Jual Babi ke Luar Bali

Pertumbuhan ekonomi triwulan II di prediksi minus dua digit, pertumbuhan triwulan III juga di prediksi akan jatuh, karena penopang ekonomi Bali adalah pariwisata, yang paling awal terkena dampak Covid-19 dan paling akhir terecovery. “Karena paling terakhir terecovery, tentu akan mengalami efek domino yang dahsyat,” ujarnya.

Upaya yang bisa dilakukan untuk menahan penurunan ekonomi adalah menggerakkan belanja pemerintah dan swasta. Manajemen krisis harus digerakkan terutama di sektor UMKM. Selain itu pemerintah juga bisa menerbitkan obligasi daerah untuk mendapatkan dana.

Pemerintah daerah tidak hanya bisa mendapatkan dana melalui berbagai macam pajak dan kucuran dana dari pusat, tapi juga bisa mendapatkan dana dari penerbitan obligasi daerah. ada Peraturan Pemerintah (PP) No 56 tahun 2018, Peraturan OJK (POJK) No. 61 tahun 2019, No. 62 tahun 2019, No. 63 tahun 2019, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 180 tahun 2019 bahwa pemerintah daerah diijinkan menerbitkan obligasi.

Baca juga:  Dari Kunjungan Wisdom Dibuka Berdampak pada Denpasar hingga DPRD Bali akan Perjuangkan Aspirasi Pekerja Pariwisata

Maka, jika pendapatan asli daerah (PAD), baik provinsi maupun kabupaten/kota, pemerintah diijinkan menerbitkan obligasi. Namun tidak banyak banyak pemerintah paham tentang hal tersebut.

“Kalau dana pemerintah tidak cukup, maka pemerintah daerah menawarkan obligasi, dengan return atau kupon sekian persen. Masyarakat yang punya uang, daripada disimpan di Bank BUKU I dan II yang diperkirakan akan berdampak sangat besar karena NPL besar, maka bisa ditawarkan obligasi,” jelasnya.

Baca juga:  Jelang Tahun Baru, BNNP Koordinasi dengan Ekspedisi

Menurutnya banyak cara untuk mendapatkan dana untuk merecovery Covid-19, salah satunya obligasi, karena pendapatan dari pajak tidak bisa diandalkan, mengingat sedikitnya usaha yang bergerak sehingga tidak ada penjualan dan pembayaran pajak pun tersendat.

Provinsi Bali memiliki potensi untuk menjual obligasi jika kupon atau return-nya menarik. “Jika kuponnya 7 -8 persen, dibandingkan bunga deposito 4 persen, tentu lebih menarik. Pemerintah tidak mungkin bangkrut. Bisa saja bangkrut jika salah kelola seperti Yunani, tapi selama ini Pemerintah kita masih dipercaya,” tandasnya. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *