DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Rabu (29/7), Indonesia melaporkan tambahan kasus COVID-19 baru. Jumlahnya naik signifikan, melampaui 2.000 orang.
Dari data yang dilansir Kementerian Kesehatan, total yang diperiksa per pukul 12.00 WIB mencapai 30.261 spesimen. Dengan demikian jumlah keseluruhan spesimen yang sudah diperiksa sebanyak 1.447.583.
Dari puluhan ribu spesimen, jumlah kasus baru mencapai 2.381 orang. Kumulatif kasusnya sebanyak 104.432 orang.
Sementara itu, kasus sembuh juga bertambah sebanyak 1.599 orang. Kumulatif kasus sembuh kini mencapai 62.138 orang.
Lima besar provinsi terbanyak sumbang kasus baru adalah DKI Jakarta 577 orang, Jawa Timur sebanyak 359 orang, Jawa Tengah 313 orang, Sumatera Utara 241 orang, dan Sulawesi Selatan 128 orang.
Kasus meninggal bertambah 74 orang sehingga totalnya menjadi 4.975 orang.
Kasus aktif saat ini sebanyak 37.319 orang. Untuk suspek sebanyak 57.393 orang.
Sebanyak 473 kabupaten/kota terdampak di 34 provinsi.
Pemeriksaan Agresif
Sementara itu, terkait masih tingginya kasus harian di Jakarta, Tim pakar Satgas Penanganan COVID-19 mengungkapkan alasannya. Dikutip dari Antara, tingginya kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta yaitu karena agresifnya pemeriksaan dan penelusuran epidemiologi yang dilakukan oleh tim surveilans.
Salah satu Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dr Dewi Nur Aisyah dalam keterangannya di Graha BNPB Jakarta, Rabu, menggambarkan agresivitas tersebut dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh DKI Jakarta sudah empat kali lipat dari standar WHO. Bila standar yang ditetapkan WHO harus memeriksa 1.000 spesimen per 1 juta penduduk, DKI Jakarta telah memeriksa 40 ribu spesimen dari sekitar 10 juta penduduknya.
“Pada periode 4-10 Juni DKI Jakarta sudah memeriksa 20 ribu, melebihi ekspektasi WHO. Kemudian bertambah lagi jadi 27 ribu di minggu berikutnya, dan dua pekan terakhir sudah 40 ribu pemeriksaan dalam seminggu. Sudah empat kalinya standar WHO,” kata Dewi.
Dari seluruh kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta periode 4 Juni hingga 28 Juli 2020, sebanyak 57 persennya merupakan tanpa gejala dan 43 persennya orang yang memiliki gejala. Sebanyak 43 persen atau 5.477 kasus positif COVID-19 di periode tersebut didapat dari masyarakat yang mendatangi rumah sakit.
Sementara 28 persennya atau 3.567 kasus didapati dari penemuan kasus secara aktif di masyarakat. “Jadi tim surveilans turun ke pasar, ke perkantoran, rumah ibadah, mencari orang-orang yang tidak ada gejala kemudian positif,” kata Dewi.
Sedangkan sebanyak 29 persen atau 3.694 kasus didapat dari penelusuran kontak erat dari pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19. Dari kasus pada periode tersebut memang paling banyak berasal dari kluster pasien-pasien di rumah sakit sebanyak 42,95 persen.
Sisanya berasal dari klaster anak buah kapal atau pekerja migran Indonesia 5,88 persen dikarenakan Jakarta merupakan salah satu pintu masuk ke Indonesia. Selanjutnya klaster pasar rakyat, perkantoran, pegawai di rumah sakit, pegawai di Puskesmas, kegiatan keagamaan, panti, dan rumah tahanan. (Diah Dewi/balipost)