Seorang anak sedang mengakses materi pembelajaran secara daring. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejak pandemi Virus Corona (Covid-19), Proses Belajar Mengajar (PBM) pada jenjang TK, SD, SMP, dan SMA/SMK dilakukan dengan sistem Dalam Jaringan (Daring-red). Lebih dari 4 bulan sitem ini diterapkan mulai memunculkan keluhan tidak saja bagi siswa, namun para orangtua dipaksa harus menambah biaya pendidikan untuk membeli kuota akses internet.

Rektor Universitas Pendidikan Ganseha (Undiksha) Singaraja Prof. Dr. Nyoman Jampel, M.Pd. Senin (2/8) mengatakan, sistem daring di jenjang Perguruan Tinggi (PT) tidak menjadi masalah. Ini karena mahasiswa sudah terbiasa mengikuti online learning. Apalagi, penerapan sistem ini sudah menjadi kebijakan pemerintah pusat.

Hanya saja, untuk jenjang pendidikan TK, SD, SMP dan SMA/SMK sistem ini belum bisa diterapkan 100 persen. Penyebabnya, selain faktor peserta didik yang belum terbiasa mengikuti online learning, juga memicu ketidakmampuan para orangtua untuk memenuhi biaya tambahan pendidikan untuk membeli kuota internet.

Baca juga:  Pasutri Naker Migran Buleleng Berbagi Pengalaman, Rapid Testnya Positif Tapi Swabnya Negatif

Selain itu, pada jenjang pendidikan terbawah seperti TK, SD, SMP, dan SMA/SMK tidak saja peserta didik menguasai materi sesuai kurikulum, tetapi juga mengajari dalam hal tumbuh kembang dan sikap sosial dengan sesama siswa. Tak pelak, selama sekolah ditutup karena pendemi Covid-19, maka proses pembentukan sikap sosial ini tidak dilakukan.

“Kalau dari refrensi penelitian memang PBM dengan sistem online learning terbukti memberikan hasil memuaskan di mana kualitas output pendidikan meningkat dibandingkan dengan PBM model tatap muka atau belajar di kelas. Namun kita ketahui bersama untuk jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK banyak memunculkan keluhan siswa dan orangtua karena harus membeli kuota internet, sementara banyak orangtua siswa kehilangan pendapatan karena PHK, sehingga seolah ada keinginan PBM dilakukan dengan tatap muka,” katanya.

Baca juga:  New Normal Ubah Perilaku Konsumen, Jadi Tantangan Bangun Kepercayaan Bisnis Travel Agent

Atas persoalan yang selama ini muncul, Prof. Nyoman Jampel mengusulkan, perlu ada kebijakan untuk mengevaluasi PBM terutama jenjang TK, SD, SMP, dan SMA/SMK. Ini sejalan dengan pemberlakuan tatanan kehidupan Bali era baru (New Normal-red), maka aktivitas pendidikan perlu dilakukan dengan model tatap muka di kelas. Hanya saja, karena pandemi Covid-19 belum dinyatakan berakhir, maka PBM tatap muka di kelas ini dilakukan dengan cara membagi peserta didik dalam mengikuti PBM.

Baca juga:  Presiden Macron Perpanjang "Lockdown" Prancis

Prof. Jampel mencontohkan, dalam setiap ruang kelas bisa saja siswanya dibagi agar mengikuti ketentuan protokol Covid-19. Selain itu, PBM tatap muka di kelas ini harus dilakukan dengan melaksanakan protokol Covid -19. Ini seperti pemakaian masker, mencuci tangan di air mengalir dengan sabun, dan melakukan jaga jarak.

Dengan kombinasi online learning dengan luring (luar jaringan-red), maka pembentukan sikap sosial antar sesama peserta didik dan guru bisa terbangun setelah lebih dari 4 bulan ini praktis tidak ada interaksi sosial. “Saya kira dengan kebijakan pemerintah berusaha untuk membantu meringankan biaya kuota internet, perlu ada kebijakan untuk mengeveluasi PBM dengan bertahap dilakukan dengan tatap muka dengan tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan,” jelasnya. (Mudiarta/Balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Pemprov Bali harus berhati-hati mengambil sikap untuk hal ini terlebih Bali sangat tergantung dari sektor pariwisata. Bagaimanapun ketatnya prokes yang diterapkan di sekolah walau dengan pembatasan jumlah siswa sekalipun akan tetap sangat beresiko menjadi tempat penularan covid-19. Kita bisa bercermin dari kasus Secapa Bandung yang menjalankan prokes super ketat namun tetap kebobolan. Biarlah daerah lain di luar Bali mengijinkan proses belajar tatap muka di sekolah namun jangan sampai kita ikut-ikutan. Kita harus tetap mengutamakan keselamatan anak-anak kita yang merupakan generasi penerus orang Bali. Marilah kita bersabar hingga vaksin telah tersedia untuk anak-anak kita.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *