TABANAN, BALIPOST.com – Kabupaten Tabanan memiliki potensi pertanian dan pariwisata yang luar biasa. Tidak salah jika selama ini daerah yang dikenal dengan sebutan lumbung pangan Bali ini getol mensinergikan dua potensi tersebut.
Konsep yang dikemas adalah pembentukan desa wisata. Sayangnya dari 133 desa yang ada di Tabanan, sampai saat ini baru ada 23 desa wisata.
Dan dari jumlah tersebut, dinas pariwisata Tabanan selaku leading sektor masih terus melakukan pembinaan dan monitoring, karena belum seluruhnya beroperasi secara optimal. Komitmen untuk mengembangkan desa wisata, seperti disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Tabanan, I Gede Sukanada, Kamis (13/8) diharapkan selain mampu mendongkrak perekenomian disesuaikan dengan potensi yang dimiliki desa setempat, juga dipercaya akan membangkitkan semangat masyarakat untuk senantiasa menjaga alam dan lingkungannya dengan baik.
Di samping pula mengantisipasi alih fungsi lahan pertanian sehingga dapat mempertahankan status lumbung pangan Bali. “Saat ini baru ada 23 desa wisata sesuai dengan SK Bupati Tabanan, memang masih sangat sedikit karena secara umum pembentukan desa wisata juga dilihat dari potensi yang dimiliki masing-masing desa,” terangnya.
Dalam model desa wisata tersebut, lanjut kata Sukanada merupakan penjabaran dari model pertanian terintegrasi dengan mensinergikan pada pariwisata berbasis kearifan lokal melalui pemberdayaan masyarakat setempat. Masih minimnya jumlah desa wisata di kabupaten Tabanan, dijelaskan mantan Camat Kerambitan ini, dikarenakan untuk menjadi desa wisata harus ada sejumlah persiapan, salah satunya pembentukan kelompok sadar wisata.
“Harapan kami adanya desa wisata dengan dikuatkan SK Bupati bukan hanya menjadi suatu desa yang hanya berlabel desa wisata saja, tetapi desa yang benar-benar memiliki potensi mendukung sumber daya alam, sumber daya manusia, system yang ada dan lembaga yang ada untuk pengembangan pariwisata berbasiskan roh masyarakat Bali disamping budaya, adat istiadat dan pertanian, dalam artian menjadi suatu desa yang mandiri,” terangnya.
Terkait keberadaan desa wisata ini, diakuinya dinas pariwisata saat ini melakukan pembinaan sekaligus monitoring dan evaluasi jangan sampai desa wisata yang ada hanya sebatas label desa wisata, tetapi benar-benar memiliki peran mendukung dan memberikan kontribusi positif dalam perkembangan pariwisata pertanian itu sendiri.
Ia mengatakan dalam evaluasi, beberapa kali dilihat di lapangan, mereka terkendala belum adanya lembaga atau badan yang siap mengelola agar tata kelolanya jelas. “Meski salah satu persyaratan desa wisata harus menyiapkan kelompok sadar wisata, ini yang masih terus kita bina,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)