hujan
Gabah petani yang rusak akibat sering diguyur hujan.
BANGLI, BALIPOST.com – Hujan lebat yang terus mengguyur wilayah Bangli dan sekitarnya sejak beberapa hari belakangan ini membuat petani padi mengeluh. Selain proses pengeringan gabah  sulit dilakukan lantaran tidak adanya sinar matahari, hasil beras dari gabah usai digiling juga mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal itu diakui seorang petani padi di  Subak Uma Jero, Banjar Desa Taman Bali, Desa Taman Bali, Bangli, I Nengah Sumada, Rabu (12/7).

Sumada mengungkapkan, akibat hujan deras yang terjadi sejak beberapa hari belakangan ini, membuat dirinya kesulitan untuk mengeringkan gabah yang dihasilkan lantaran tidak adanya sinar matahari.

Baca juga:  Dari Pick Up Angkut Belasan Pemedek Terguling hingga Korban Jiwa Tetap Dicatatkan

“Cuanya seperti ini sangat menggangu proses pengeringan gabah. Kalau cuacanya panas, pengeringan cukup dilakukan sehari atau dua hari saja. Tapi, sekarang ini, karena hujan terus-menrus membutuhkan proses pengeringan cukup lama hingga empat sampai lima harian sebelum digiling,” ungkap Sumada.

Dia menjelaskan, selain berpengaruh terhadap proses pengeringan, curah hujan yang terus terjadi juga sangat mempengaruhi terhadap kualitas gabah yang dihasilkan setelah dipanen. Sebab, karena sering diguyur hujan ketika dipanen, banyak gabah mengalami kerusakan lantaran gabah membusuk akibat terus menerus diguyur air hujan. Atas kondisi itu, hasil beras setelah gabah digiling mengalami penutrunan yang sangat drastis.

Baca juga:  Bupati Tamba Dorong Petani Kembangkan Pisang Cavendish

“Kalau musim panas dari 100 kg gabah yang dihasilkan, setalah digiling bisa mendapat beras seanyak 80 kg.  Semantara sekarang ini, dari 100 kg gabah, setalah digiling hanya dapat 50-60 kg saja.  Karena banyak gabah yang kosong dan rusak,” ungkap pria asal Desa Taman Bali itu.

Tak hanya itu, harga gabah juga mengalami penurunan. Kata  dia, jika saat cuaca panas harga gabah per kilogramnya Rp 4.000. Dan sekarang ini harga gabah turun  menjadi Rp 3.500. Hal itu terjadi, mengingat tidak adanya sinar matahari untuk proses peneringan, makanya sebagian gabah dijual dan sebagian gabah lagi digiling.

Baca juga:  Galungan, Segini Jumlah Kasus COVID-19 Baru di Bali

“Terpaksa saya jual dengan harga segitu. Mengingat tidak ada sinar matahari untuk menjemur gabah.  Ketimbang gabah rusak mendingan saya jual meski sedikit lebih murah,” tungkas Sudarma sembari menunjukkan gabah yang dihasilkan rusak akibat cuaca buruk ini. (eka prananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *