Warung Miroso, Magelang. (BP/ist)
MAGELANG, BALIPOST.com – Selama ini Magelang dikenal sebagai Kota Getuk. Makanan yang dibuat dari singkong. Padahal, sebenarnya ada #PesonaKulinerMagelang yang lain. Menpar Arief Yahya meyakini kuliner itu bisa menjadi alat promosi yang sangat ampuh, dan itu dicontohkan Thailand dan Vietnam.

Dua negara itu menjadikan kuliner sebagai media promosi yang kuat. “Kami sudah menetapkan soto, sate, rendang, nasi goreng dan gado gado sebagai ikon kuliner Indonesia, yang akan dikembangkan di mancanegara sebagai alat diplomasi dan promosi wisata,” jelas Arief Yahya.

Kuliner itu, termasuk atraksi budaya yang turun temurun sejak lama. Begitupun yang ada di Magelang, yang juga memiliki kuliner khas yang sudah melegenda karena sudah ada sejak 60 tahun lalu. Apa itu?

Namanya pake sate. Tapi bukan sate yang selama ini kita kenal. Kalau sate daging, mulai dari daging kambing, ayam, sapi atau kelinci, sudah biasa kita nikmati. Karena banyak rumah makan yang menjualnya.

Berbeda dengan sate pisang. Bisa jadi hanya ada di Magelang. Bahkan, di Magelang pun hanya di Warung Ronde Miroso yang ada di Jalan Medang, Magelang ini.

Sate pisang berupa pisang kepok merah rebus yang dipotong-potong dan ditusuk lidi layaknya sate lalu diberi saus santan kental. Satu tusuk berisi empat potong. Dalam penyajian piring besar berisi lima tusuk dan piring kecil tiga tusuk. Tapi yang dihitung hanya yang dimakan saja.

Baca juga:  Istimewa! The ONE Legian Dianugerahi "Bali Leading Lifestyle Hotel 2019" di BTA

Tempat menjual sate pisang ini namanya memang Warung Ronde Miroso karena yang juga menjadi andalan dijual di tempat ini adalah wedang ronde. Minuman dengan jahe dan sereh ini menjadi langganan Akademi Militer (Akmil).

“Setiap ada acara, terutama Reuni lulusan Akmil, pasti pesan ronde ke sini,” ungkap Hermien, pengelola warung yang diset up seperti rumah makan ini.

Perempuan 67 tahun ini merupakan “penerus” pengelola Warung Ronde Miroso. Ia dibantu seorang perempuan melayani sendiri para pembelinya. Ia yang menyiapkan sate pisang maupun racikan wedang rondenya.

Sedangkan perintis warung, yakni Nyonya Suwondo, yang tak lain ibunda Hermien, duduk di meja kasir. Nyonya Suwondo yang sudah berusia 93 tahun, masih bertindak sebagai “penjaga resep” kuliner yang dirintisnya itu. “Ibu masih ngecek rasa masakannya,” kata Hermien.

Menurut cerita Ny Suwondo, dulu di tahun-tahun awal berjualan, Presiden Indonesia pertama Soekarno kerap meminta dipesankan sate pisang tiap kali datang ke Magelang. “Kalau datang ke Akmil (Akademi Militer), pasti dia minta sate pisang,” kata nenek yang kini lebih banyak duduk di meja kasir itu mengenang.

Sejak dulu sampai sekarang, menurut Hermien, rasa, bentuk, dan penyajiannya tidak pernah berubah. “Santannya tetap basah, enggak kempel seperti kue nagasari,” imbuh Hermien yang ikut berjualan sejak 10 tahun silam.

Bila sate pisangnya sisa, Hermien tak menjualnya lagi besoknya. Sebab, saus akan terasa asam dan berair. Itu sebabnya, Hermien memilih membuat sate pisang secara bertahap dalam sehari. “Kalau sate pisang habis, baru bikin lagi. Kalau sudah menjelang tutup masih sisa, lebih baik dibagikan ke orang lain,” ujar Hermien.

Baca juga:  Garap Proyek Kebandarudaraan, AP II Gandeng PINA

Anda yang ingin mencoba kuliner khas Magelang ini harus tahu jam buka warungnya. Berbeda dengan warung-warung yang lain, warung ini setiap hari hanya buka pukul 17.00-22.00. Bahkan, Hari Selasa tutup.

Kendati jualan utamanya hanya sate pisang dan ronde, warung ini tak pernah sepi pembeli. Sejumlah tokoh menjadi pelanggan warung ini. Foto-foto mereka dipajang di dinding warung.

Sejumlah public figure itu antara lain Ananda Sukarlan, Putu Wijaya, dan Bondan Winarno. Mantan Wapres Try Sutrisno yang lulusan Akmil juga menjadi salah satu pelanggan tetap. Hermien menceritakan, pada libur Lebaran ini, Try Sutrisno juga mampir ke Warung Ronde Miroso.

Selain makan di tempat, sate pisang dan wedang ronde Miroso seringkali dipesan untuk acara arisan, tutup tahun bank, acara kantor, reuni, Lebaran, pernikahan, dan sebagainya. Pada saat lebaran atau liburan, makan di warung ini harus sabar.

Antrean bisa mengular hingga di jalan depan warung. Kalau pembeliannya banyak, misalnya 300 tusuk, harus pesan dulu. Jadi, datang tinggal mengambil pesanan. Biasanya orang memesan sate pisang dan wedang rondenya sekaligus.

Konsep dapur warung ini juga menarik. Yakni dapur terbuka. Pesanan pembeli dikerjakan di sisi kanan warung, yang menjadi dapur terbuka. Pengunjung bisa melihat langsung proses penyajian.

Baca juga:  Pasar Baba Boentjit Perkaya Atraksi Pinggir Sungai Musi

Bisa mencium aroma jahe yang direbus bersama sereh. Bisa minta tambah kuah ronde langsung. Interaksi dengan pemilik warung pun menjadi lebih intens. Penuh kehangatan dan akrab.

Selain kelezatan dan rasanya yang paten, barangkali hospitality pemilik warung inilah yang membuat warung bisa bertahan hingga lebih dari setengah abad. Bahkan, kendati ada yang mencoba membuat warung sate pisang dan juga wedang ronde, Miroso tetap menjadi jujugan. Pelanggannya yang telah merantau bahkan melanglang buana pun setiap mudik selalu mampir ke warung yang terletak di seberang SMAN 3 Magelang tersebut.

Rasanya yang manis gurih dengan saus yang selalu basah jadi ciri khas yang membedakannya dari sate pisang lain. Untuk wedang ronde, Miroso juga menggunakan gula asli. Miroso juga melakukan inovasi untuk wedang ronde ini.

Selain wedang ronde panas, belakangan Miroso juga menyediakan es wedang ronde. Minuman dingin ini disajikan bukan dengan air jahe, melainkan air jeruk. Sehingga, anak-anak yang tidak suka pedasnya jahe tetap bisa menikmati wedang ronde.

Bahkan kini tersedia juga tahu bacem, lumpia, bakso biasa dan bakso mikung (mie kangkung). Jadi, tak salah kalau warung ini masuk daftar kunjung wisata kuliner Magelang bersama keluarga? (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *