IB. Sukarya. (BP/Istimewa)

Oleh Ir. Ida Bagus Sukarya

Hingga saat ini sejak Maret 2020, COVID-19 telah meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian Bali, Indonesia dan dunia. Boleh dibilang pertanian sebagai salah satu alternatif penyelamat perekonomian.

Secara faktual, BPS Bali telah mengunggah bahwa Bali pertumbuhan ekonominya drop pada triwulan I 2020 dengan angka negatif 1,14% dan lebih buruk lagi pada triwulan II 2020 yaitu kembali terkontraksi dengan besaran minus 10,98% atau 11% dibulatkan. Di saat sektor jasa yang didominasi pariwisata terus meningkat hingga angka 69,54% pada tahun 2019, sektor pertanian terus menurun.

Baru triwulan II tahun 2020 ternyata sumbangan sektor pertanian tercatat meningkat menjadi 14,62%.
Data faktual akan terus bergulir dan tidak menutup kemungkinan akan masih tertekan dan sudah merupakan ancaman apabila Bali tidak segera meredesain pembangunan ekonomi Bali.

Intinya apabila kita hanya dominan tergantung pada sektor pariwisata maka Bali akan lesu, sehingga jalan paling bijaksana adalah kembalikan ‘’Bali-ku’’ bantu ayah ‘’BA’’ (Akasa) dan lindungi ibu ‘’LI’’ (Ibu Pertiwi). Saat ini situasi Covid-19 ke depan, beri kesempatan ibu pertiwi atau pertanian menjadi Panglima Pembangunan Perekonomian Bali yang didukung pariwisata yang berkualitas sebagai Bapak/Akasa dan UMKM yang kuat.

Baca juga:  Revolusi Industri 4.0 di Tengah Bonus Demografi

Kemudian memperhatikan potensi masyarakat adat/lembaga adat yang masih ajeg yaitu desa adat dan subak, banyak masyarakat menyebut bahwa desa adat dan subak sebagai simbol lelaki (Purusa) dan perempuan (Pradana). Kedua lembaga ini wajib dilestarikan sejajar dan saling berkolaborasi dalam memajukan pertanian sebagai panglima.

Kami dari Yayasan Mandhara Research Institute (MRI) yang telah tiga tahun mendampingi pekaseh/petani di sektor pertanian dan mendampingi komunitas sekaa teruna/teruni, PKK, sekolah di desa/desa adat dalam bidang pengelolaan sampah, memberikan pandangan/opini dalam meredesain pembangunan ekonomi Bali saat ini dan ke depan sebagai berikut: (1) Lestarikan subak dan desa adat sebuah budaya serta jadikan ‘’Pertanian Berbasis Lingkungan’’ sebagai panglima ekonomi Bali, yang didukung sektor pariwisata berkualitas dan UMKM yang kuat.

Baca juga:  Saatnya Masyarakat Gianyar Bangkit dengan Sektor Pertanian Lokal 

Subak bukan saja organisasi pengaturan air tetapi sebuah budaya. (2) Kuatkan Posluhdes (Nasional) atau Tri Baga Upadesa (lokal Bali) sebagai wadah koordinasi di desa adat, desa dinas dan subak gede/forum subak dalam menyambungkan program nasional ‘’Kostratani’’ tingkat kecamatan. Sebagai koordinator Tri Baga Upadesa sesuai kesepakatan dengan mempertimbangkan SDM dan potensi wilayahnya.

Selebihnya, (3) Perlu adanya respons partisipasi para komunitas generasi milenial/LSM/swasta sebagai pelaku usaha pertanian maju melalui digitalisasi (teknologi 4.0) dengan dukungan bimbingan dan bantuan logistik (pendanaan). Penting generasi milenial sebagai dinamisator/manajer-manajer pengolahan hasil dan pemasaran melalui digitalisasi.

(4) Tingkatkan kompentensi SDM sektor pertanian utamanya pekaseh/petani melalui bimbingan teknis dan uji kompetensi yang mengacu pada Undang–undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 42/Permentan/SM.200/8/2016 tanggal 29 Agustus 2016 pedoman penyelenggaraan setifikasi kompetensi sumber daya manusia sektor pertanian. Manfaat/keuntungan sertifikasi kompetensi bagi pekaseh/petani. (5) Bukti bahwa kompetensi yang dimiliki pekaseh/petani telah diakui.

Baca juga:  Wujudkan Ekosistem Pertanian Berkelanjutan, Bupati Panen Padi Organik di Denplot BPP Mendoyo

Hal lainya bisa dilakukan adalah membantu petani dalam meyakinkan kepada organisasi/kliennya bahwa petani kompeten dalam menghasilkan produk/jasa, meningkatkan percaya diri tenaga profesi petani, meningkatkan kualifikasi kesetaraan dengan pendidikan formal, meningkatkan produktivitas petani. Langkah lainnya adalah meningkatkan kelembagaan sosial subak/subak gede dalam kelembagaan ekonomi subak melalui koperasi pertanian.

Apabila kondisi COVID-19 bisa diantisipasi maka dengan pertanian sebagai panglima yang kuat akan bisa disenergikan dengan pariwisata melalui seni budaya pertanian (tarian, seni lukis, seni krya, budi daya pertanian dan kearifan lokal lainnya). Berikan dukungan logistik memadai kepada subak dan tempatkan forum subak di kantor MDA provinsi dan kabupaten.

Penulis, Ketua Pembina Yayasan Mandhara Research Institute (MRI)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *