Logo KPU. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pilkada akan tetap dilaksanakan pada masa pandemi COVID-19, memunculkan banyak opini di kalangan masyarakat. Para kandidat yang akan berkampanye dianjurkan melalui daring dengan mengangkat isu-isu yang berkaitan erat dengan permasalahan di kalangan masyarakat kecil.

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana Dr. I Made Anom Wiranata S.IP., M.A. mengatakan kurang setuju mengenai adanya pilkada di tengah pandemi, karena efek buruknya lebih dominan dibanding positifnya. Dilihat dari berbagai kemungkinan yang terjadi, salah satunya adalah kekhawatiran adanya klaster baru.

‘’Karena pilkada tetap akan dilaksanakan, yang benar-benar perlu dioptimalkan adalah protokol kesehatannya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus memiliki terobosan baru untuk menyesuaikan pilkada dengan kondisi pandemi seperti sekarang ini. Misalkan lebih memfokuskan pada digital dengan sistem daring,’’ ujar Made Anom saat wawancara khusus Bali Post Talk serangkaian HUT ke-72 Bali Post, Gerakan Satu Juta Krama Bali Mewujudkan Bali Era Baru, belum lama ini.

Baca juga:  KONI Lakukan Pemangkasan Atlet Cabor ke PON

Debat kampanye yang mengangkat isu kemasyarakatan di desa atau dusun dilakukan secara daring oleh kandidat dan seluruh tim kampanye. Sehingga video dari hasil daring dapat disimpan dan diputar kembali untuk diberikan ke pedesaan oleh pihak–pihak terkait. Selain isunya lebih spesifik, banyak permasalahan di kalangan masyarakat yang mampu diangkat.

Kerumunan saat melakukan pencoblosan dapat diminimalisir dengan pengaturan jarak dan kapasitasnya dibagi. Dari pihak KPU harus mampu meyakinkan masyarakat yang datang tentang jaminan protokol kesehatan yang dijalankan guna keamanan bersama.

Baca juga:  Berapa pun Jumlah Pemilih, Hasil Pilkada Tetap Sah

“Sebelumnya, harus diberikan jaminan dan penegasan kepada masyarakat. Aturan pastinya seperti apa, dengan begitu, masyarakat mampu untuk menyiapkan diri dari rumah dan mengondisikannya dengan aman di TPS nanti. Dengan kondisi seperti ini, mungkin akan mengurangi money politics, karena terbatasnya ruang antara kandidat yang melakukan kampanye dengan masyarakat,” ujarnya.

Peluang adanya bentuk kecurangan, seperti money politics akan selalu ada. Tetapi, dengan pesatnya digital bereaksi terhadap informasi, otomatis membuat tindakan seperti ini berkurang.

Baca juga:  Jika Langgar Ketentuan di Masa Pandemi COVID-19, Peserta Pilkada Serentak Tak Bisa Didiskualifikasi

Yang terpenting saat ini adalah bagaimana ide untuk menyejahterakan rakyat benar–benar sampai ke rakyat. “Ini adalah masa–masa sulit, karena kita belum pernah dihadapkan dengan kejadian seperti ini sebelumnya. Poinnya adalah ide dari kandidat dan tim kampanye tersalurkan dengan baik ke masyarakat tanpa menimbulkan keributan apa pun. Tetap dengan prokes yang disarankan oleh pemerintah. Berikan masyarakat informasi rinci untuk mengurangi kesalahpahaman. Perlu adanya kerja sama seluruh pihak terkait untuk menyukseskan pilkada. Dan masyarakat diharapkan mampu menilai kandidat dengan baik dan tidak salah menjatuhkan pilihan,” tutupnya. (Gita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *