Pasar
Proses pembuata keramik di Museum Tanteri Desa Pejaten Kediri Tabanan. (BP/san)
TABANAN, BALIPOST.com – Selain genteng, Desa Pejaten juga dikenal dengan kerajinan keramiknya. Meski berkembang cukup lama namun keramik produksi pejaten belum seberapa dibandingkan keramik Jepang dan Cina yang merajai pasar ekspor.Untuk menaikkan nilai jual keramik, saat ini di Pejaten sedang dikembangkan keramik kontemporer. Sayangnya, teknik ini masih jarang diterapkan di Pejaten.

Salah satu pengembang keramik di Pejaten sekaligus pemilik museum Tanteri atau museum keramik di Pejaten, I Putu Oka Mahendra, Minggu (16/7) mengatakan perkembangan industri kerajinan keramik di desa Pejaten masih belum seberapa dibandingkan Jepang dan Cina. Kerajinan keramik di Desa Pejaten baru mulai dikembangkan sejak tahun 60-an.

Baca juga:  Berapa pun Jumlah Pemilih, Hasil Pilkada Tetap Sah

Agar keramik Pejaten memiliki nilai jual lebih tinggi dan tentu saja bisa bersaing, saat ini Oka Mahendra berkeinginan mengembangkan keramik kontemporer yang bernilai seni.

Menurutnya pengembangan keramik sebagai seni masih sangat minim di Tabanan. Hal ini karena keterbatasan seniman yang minim. Padahal, keramik sebagai barang seni di luar negeri nilainya mahal dan bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Agar bisa mengembangkan keramik kontemporer ini, pihak Museum Tanteri beberapa kali mengundang seniman asing untuk melakukan eksibisi dan karyanya di simpan di Museum Tanteri. Salah satunya adalah seniman keramik asal Singapura, Steven Low pada 2015.

Baca juga:  Persaingan Makin Ketat, Kompetensi Pekerja Hospitality Perlu Ditingkatkan

Oka Mahendra sendiri berharap dengan adanya eksibis ini mendorong generasi muda untuk menekuni  keramik kontemporer. Meski diakui untuk menjadi seniman keramik prosesnya lama.Selain keterampilan dan bakat, juga harus ada legitimasi dari sebuah lembaga semisal universitas.

Saat ini Museum Tanteri  yang juga sekaligus menjadi tempat usaha produksi keramik, kebanyakan memproduksi keramik untuk keperluan industri pariwisata atau sekitar 95 persen. Sementara sisanya menghasikan keramik kontemporer.  ‘’Untuk keramik kontemporer  biasanya ekspor ke Amerika, Kanada dan Eropa. Harganya masih jutaan rupiah. Untuk keramik industri ratusan ribu,” paparnya.

Baca juga:  Siapkan Ini, Pastika Sediakan Ruangan Transisi untuk Gubernur Terpilih

Pihaknya berharap kedepan industri keramik di wilayahnya menjadi semakin ekslusif dengan hasil yang lebih memiliki nilai jual tinggi. Hal itu karena tidak bisa selamanya industri itu menghasilkan produksi masal. Terlebih bahan baku saat ini tidak bisa dipenuhi dari Bali dan harus didatangkan dari luar pulau seperti Kalimantan. (wira sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *