I Ketut Swarjana. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 sampai saat ini belum menunjukkan kapan akan berakhir. Penularan COVID-19 terus terjadi di sebagian besar negara-negara di dunia.

Bahkan WHO telah mewanti-wanti untuk menjadikan pandemi ini sebagai pembelajaran bagi kita semua agar lebih siap menghadapi pandemi lainnya di masa yang akan datang. Thailand adalah salah satu negara yang berhasil mengendalikan pademi Covid-19 dengan baik.

Di Indonesia, menurut pakar kesehatan masyarakat dari ITEKES Bali, I Ketut Suwarjana, SKM, M.Ph. Dr.P.H., Selasa (13/10), uji klinis fase III dilaksanakan di Bandung-Jawa Barat dengan melibatkan ribuan partisipan untuk menguji keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19. Sebetulnya penelitian vaksin biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengetahui efektivitas vaksin tersebut.

Namun, dengan pertimbangan pandemi dan situasi emergensi, maka proses pengujian vaksin menjadi lebih cepat, tetapi tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah penelitian klinis termasuk prinsip etiknya. Jika uji klinis fase III vaksin COVID-19 ini dinyatakan berhasil (aman dan efektif), maka selanjutnya memerlukan ijin edar atau yang dikenal dengan emergency use authorization dari badan atau lembaga yang berwenang di Indonesia yaitu: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Saat ini, Presiden telah menerbitkan Perpres R.I. No. 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Hal ini menjadi kabar baik bagi kita semua untuk secepatnya keluar dari krisis kesehatan dan ekonomi ini.

Baca juga:  Pemerintah Pastikan Pelaksanaan Vaksin COVID-19 Transparan

Jika uji klinis fase III telah berhasil, dan jika ijin edar tersebut telah dikeluarkan oleh BPOM, selanjutnya pemerintah perlu memperhatikan proses pengadaan, distribusi, dan pemberian vaksin berjalan secara benar dan transparan. Memastikan kesiapan tenaga kesehatan dan fasilitas dilapangan seperti kesiapan puskesmas, rumah sakit, klinik atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah.

Dikatakannya, pemerintah perlu pembuat prioritas wilayah (provinsi atau kabupaten) yang lebih awal diprioritaskan mendapatkan distribusi vaksin. Hal ini seharusnya merujuk pada wilayah dengan angka kematian dan kesakitan yang tinggi untuk mendapatkan prioritas lebih awal.

Kemudian membuat prioritas siapa saja yang lebih awal mendapatkan vaksin seperti tenaga kesehatan sebagai garda terdepan, aparat keamanan TNI/POLRI, kemudian orang-orang yang memberikan pelayanan publik secara langsung. Selanjutnya kelompok orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus, atau penyakit lainnya yang berisiko fatal jika terkena Covid-19, tenaga pendidik dan masyarakat umum.

Suwarjana juga mengatakan pemerintah perlu memastikan keadilan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan (equity in access to health services) untuk mendapatkan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif. Adil dalam artian semua orang mendapatkan akses yang sama sesuai dengan prioritas yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Baca juga:  Lagi, Pengungsi di Klungkung Meninggal

Adil juga dalam hal biaya vaksinasi. Bagi mereka yang di garda terdepan, masyarakat miskin atau tidak mampu harus mendapatkan vaksin secara gratis.

Biaya vaksin ini semestinya bisa dilakukan cost sharing antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara itu, bagi yang ekonomi mampu sebaiknya membayar biaya vaksinansi dengan biaya yang terjangkau dan sewajarnya.

Dalam pemberian vaksin tenaga kesehatan tidak boleh membeda-bedakan orang yang mendapatkan vaksin berdasarkan agama, etnis, dan lain-lain. Alasan Suwarjana, sehat adalah hak setiap orang dan negara wajib melindungi kesehatan warga negaranya sesuai dengan yang diamanatkan oleh konstitusi.

Hal ini juga sesuai dengan “WHO constitution: health is a human right”, dan sesuai dengan Deklarasi PBB tahun 1948 “Universal Declaration of Human Rights”, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sehat dan sejahtera.

Selain itu sambl vaksi jalan, pemerintan tetap memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat luas. Hal ini penting agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar tentang keamanan dan efektivitas vaksin, pengadaan, distribusi, pemberian vaksin (sesuai dengan kelompok prioritas dan masyarakat umum) di fasilitas kesehatan yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah, serta informasi tentang akses dan biaya vaksinasi secara transparan.

Baca juga:  Pembuat Miras Tanpa Cukai dan Mengandung MMEA Masuk Pengadilan

Juga mengantisipasi berbagai kendala yang munkin dihadapi mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga hambatan dalam hal transportasi dan distribusi dapat diantisipasi dan dicarikan solusinya.

Di Thailand, kata Suwarjana yang lulusan doktor Kesehatan Masyarakat di Thailand mngakui WHO mengapresiasi langkah Thailand karena memprioritaskan sektor kesehatan untuk mengatasi pandemi dan akhirnya ekonomi dapat diselamatkan. Data WHO (12 Oktober 2020) menyebutkan Thailand memiliki 3.641 kasus terkonfirmasi Covid-19 dengan 59 kasus kematian.

Thailand sedang mengembangkan “The Thai vaccine” oleh the National Vaccine Institute, the Department of Medical Science and Chulalongkorn University’s vaccine research centre. Selain itu, Thailand telah menyetujui untuk menggunakan vaksin dari AstraZeneca yang dikembangkan oleh University of Oxford, dan diprediksi tiba di Thailand pertengahan tahun depan.

Berbagai penelitian di banyak negara seperti di China, Inggris, Amerika, Brazil, Pakistan, dan termasuk di Indonesia saat ini sedang berlangsung. Ada yang masih berada di uji klinis fase I, II dan bahkan ada yang sudah hampir menyelesaikan uji klinis fase III. (Sueca/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *