Wamen LHK RI meninjau konservasi Penyu di Perancak. Wamen menyerukan optimisme ekowisata tetap berkembang. (BP/Olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Bali menjadi salah satu pulau di Indonesia yang memiliki potensi habitat bertelur Penyu. Setahun, rata-rata antara 300 ribu hingga 400 ribu tukik (anak penyu). Potensi ini sangat mungkin dikembangkan untuk ekowisata, berupa pelepasliaran tukik ke habitatnya di laut.

“Program ekowisata merilis tukik ini sangat potensial menunjang pariwisata. Di Bali potensi ini sangat besar dan perlu dikembangkan,” ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Alue Dohong, di Perancak, Jumat (23/10).

Baca juga:  Soal Puncak Kedatangan di Bandara Ngurah Rai Saat Nataru, Ini Prediksi AP 1

Ia mencontohkan, program adopsi tukik dengan dikelola masyarakat setempat, sangat berpotensi menjadi peluang pariwisata yang menjanjikan. “Di seluruh Bali, ada 300 ribu sampai 400 ribu tukik per tahun meliputi di 14 daerah, termasuk di Perancak ini. Kalau ada program adopsi 1 penyu Rp 100 ribu, dengan jumlah itu potensi sangat besar,” ujar Alue Dohong.

Ekowisata ini merupakan obyek wisata berbasis konservasi. Dengan melepas kembali tukik yang telah menetas dari telur penyu, supaya bisa hidup di alamnya. Sebagian memang dibutuhkan untuk upacara adat di Bali. Potensi ini sangat besar untuk di Bali dengan dikelola oleh masyarakat.

Baca juga:  Bali Capai Rekor Baru Tambahan Harian Pasien COVID-19 Sembuh! Sayangnya Korban Jiwa Masih Dilaporkan

Terkait dengan ekowisata, pihaknya memberikan motivasi optimis berkembang meskipun di masa Covid-19 ini. “Prinsipnya adanya pandemi Covid-19 ini jangan putus asa. Kita sesuaikan kegiatan dengan normal baru. Penerapan 3M, Mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker,” ujarnya.

Wamen menyerukan bersama-sama optimis tidak terpuruk dari Covid, tetapi menyesuaikan dengan kehidupan baru. (Surya Dharma/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *