DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Provinsi Bali telah menyusun roadmap penghijauan pada sejumlah kawasan di Pulau Dewata. Harapannya, kawasan hijau di Bali ke depan mampu mencapai target 30 persen dari total luas wilayah.
Pengamat lingkungan Dr. I Made Sudarma, M.S. mengatakan, luas wilayah Provinsi Bali 5.636,66 kilometer persegi dengan luas kawasan hutan 130.686,01 hektar. Dari jumlah itu, luas kawasan hutan lindung 95.766,06 hektar, hutan produksi tetap 1.907,10 hektar, hutan produksi terbatas 6.719,26 hektar dan suaka alam 26.293,59 hektar. ‘’Dari angka-angka tersebut, maka luas kawasan hutan di Provinsi Bali saat ini sebesar 23,185 persen dari luas Pulau Bali, dan untuk mencapai 30 persen atau lebih memerlukan upaya yang keras dan sungguh-sungguh,’’ ujar Sudarma, Senin (26/10).
Apabila kebijakan untuk mencapai kawasan hijau 30 persen hanya mengandalkan dari kawasan hutan, katanya, tentu menjadi hal yang sangat sulit dicapai. Untuk itu, kebijakan untuk lebih menghijaukan Bali perlu menggarap lahan-lahan lainnya di luar status klasifikasi hutan di atas. ‘’Roadmap Bali hijau perlu dirumuskan dan disusun yang ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya,’’ katanya mengingatkan.
Menurut Sudarma, langkah awal dalam penyusunan roadmap adalah mengidentifikasi jenis lahan yang akan dihijaukan, lokasi lahan, pemilik lahan dan jenis tanaman penghijauan. Jenis lahan atau ruang yang masih mungkin dihijaukan, seperti lahan kritis, lahan tidur, pedestarian, dan berbagai lahan tidak produktif lainnya. ‘’Lokasi lahan menjadi penting untuk menentukan jenis tanaman yang digunakan untuk penghijauan, apakah ada pada lahan miring dengan jenis tanaman berfungsi sebagai penahan longsor, ataukah di wilayah datar atau perkotaan dengan jenis tanaman berfungsi sebagai penyerap karbon,’’ ujarnya.
Terkait dengan status kepemilikan lahan yang akan dihijaukan, katanya, potensi besar ada di hutan rakyat yang tidak hanya berfokus pada tanaman kayu atau hasil hutan bukan kayu (HHBK). Juga membudidayakan tanaman lain yang memberikan manfaat ekonomi secara langsung bagi kehidupan masyarakat.
Seperti berbagai jenis tanaman buah-buahan yang dibudidayakan secara monokultur atau multikultur, beternak lebah madu, tanaman herbal, dan lainnya. ‘’Untuk itu, pemetaan atas potensi hutan rakyat juga perlu dilakukan dalam penyusunan roadmap,’’ tegasnya.
Demikian juga dengan potensi lahan kritis yang perlu dihijaukan. Menurut Sudarma, luas lahan kritis (sangat kritis dan kritis) di Provinsi Bali berdasarkan data dari BPDAS Unda Anyar tahun 2013 menunjukkan luas dalam kawasan hutan adalah 16.323,68 hektar, sedangkan di luar kawasan hutan 44.669,78 hektar. ‘’Ini adalah potensi untuk dihijaukan, sehingga pencapaain angka 30 persen bisa tercapai secara bertahap,’’ katanya.
Data Akurat
Dikonfirmasi terpisah, Pakar Tata Ruang dan Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Udayana Prof. Putu Rumawan Salain mengatakan, untuk mencapai tujuan mengembalikan luas tutupan hutan minimal 30 persen dari luas wilayah Provinsi Bali perlu data yang akurat dan terbaru terkait kondisi hutan. Termasuk situasi abrasi, sehingga seluruh komponen ekosistem alam baik hutan, sawah, dan danau terdata dengan baik. ‘’Artinya perlu kesungguhan memperoleh data,’’ katanya mengingatkan.
Menurut Rumawan Salain, data menjadi sangat krusial ketika menyusun RTRW agar tidak salah, karena ada hutan-hutan yang bisa dieksplorasi untuk kepentingan pariwisata, dan lain-lain. Akibatnya juga akan berpengaruh pada situasi ekologis hutan itu. Lama-lama luas hutan bisa berkurang karena dibangun fasilitas-fasilitas penunjang di sekitarnya.
Rumawan Salain menambahkan, pemanfaatan tata ruang yang ada juga harus dikerjakan secara konsisten. Menurutnya, wajar Gubernur Bali ingin mengembalikan luas tutupan hutan berdasarkan data yang lampau dengan data luas tutupan hutan yang berkurang 6 persen. ‘’Jadi, ini pantas dikembalikan untuk kepentingan ekosistem,’’ ujarnya. (Winatha/Citta Maya/balipost)