I Nyoman Kawan menunjukan sarang lebah kelenya. (BP/Ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Madu kele yang dihasilkan kele-kele atau lebah trigona dikenal berkhasiat baik untuk daya tahan tubuh. Hal itu membuat madu kele banyak dicari terlebih di masa pandemi Covid-19.

Seperti yang diungkapkan pembudidaya madu kele di Bangli, I Nyoman Kawan. Pria yang sejak tahun 70-an berbudidaya kele itu mengatakan, permintaan madu kele belakangan ini meningkat. Jika biasanya permintaan madu kele rata-rata 5 orang sehari, namun sejak beberapa bulan ini naik hingga dua kali lipat. “Sekarang yang nyari 7 sampai 10 orang per hari. Ada yang dari wilayah Bangli, ada juga dari luar seperti Ubud,” ungkapnya.

Tingginya permintaan madu kele mebuat dirinya sering kewalahan. Apalagi cuaca di Bangli akhir-akhir ini sering hujan yang menyebabkan produksi madu tidak maksimal. “Kalau hujan, lebah kelenya tidak mau keluar sarang mencari sari bunga sehingga madu yang ada di sarangnya dimakan lagi. Kalau kemarau, hasilnya bagus,” ujarnya.

Baca juga:  Bersihkan Pematang Sawah, Warga Selat Peken Temukan Sarkofagus Berisi Serpihan Tulang

Biasanya dirinya memanen madu kele setiap tiga bulan sekali. Dalam sekali panen, ia bisa mendapat 50 liter madu kele. Dia saat ini punya ratusan sarang kele yang terbuat dari kotak kayu.

Jelas Kawan, madu kele memiliki banyak khasiat. Selain baik untuk daya tahan tubuh, juga berkhasiat untuk penyembuhan luka. Misalnya jika luka terkena pisau atau habis operasi, tinggal dioleskan madu kele pada bagian yang luka. Madu kele juga baik untuk mengobati bibir bayi yang kering.

Baca juga:  Jika Kasus COVID-19 Masih Terus Bertambah, Penutupan "Pintu" Wisman Berpotensi Diperpanjang

Diakuinya madu kele memiliki rasa agak pahit dan kecut. Tidak seperti madu lebah biasa. “Tapi madu kele lebih laris dibandingkan madu yang biasa,” ujarnya.

Untuk membedakan madu murni dengan madu campuran, diungkapkan pria 70 tahun itu, bisa dilakukan dengan mengambil sebatang korek api. Bagian ujung korek yang biasanya digesekan untuk menghasilkan api, dicelupkan ke dalam madu. Setelah itu, kemudian digesekan. Jika menyala, madu itu murni. Sebaliknya kalau tidak mau nyala, menurutnya itu madu campuran. “Karena kalau campuran kadar airnya tinggi,” ungkapnya. Biasanya cairan yang dipakai untuk mencampur madu yakni juruk atau tuak yang belum matang.

Baca juga:  Bali Miliki 3.000 Anak Terlantar

Selain memproduksi madu kele, di rumahnya Nyoman Kawan juga memproduksi madu lebah biasa. Madu yang dihasilkannya dijual dengan harga bervariasi tergantung ukuran kemasan. Harganya mulai dari Rp 100 ribu. Selain menjual madu, Kawan juga menjual sarang lebah kele. Per satu kotaknya biasanya dijual Rp 200 ribu.

Berbudidaya kele, menurutnya tidak susah. Makanan lebah kele adalah sari bunga. Karenanya untuk budidaya kele, cukup menyediakan tanaman bunga di sekitarnya. (Dayu Rina/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *