DENPASAR, BALIPOST.com – Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober diharapkan menjadi momen kebangkitan pemuda khususnya dalam memberi solusi terhadap penanganan dampak Covid-19. Melalui program nasional KKN tematik, mahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan dalam penanganan Covid-19 dengan terjun langsung memberi edukasi kepada masyarakat.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan hal itu dalam sambutannya pada acara virtual bertajuk ‘’Anak Muda Bawa Perubahan’’, Rabu (28/10). Tito Karnavian mengatakan, Indonesia sedang menghadapi bencana non-alam yaitu Covid-19.
Pandemi terluas dalam sejarah umat manusia. Sebanyak 215 negara terdampak, hampir tidak ada negara yang tidak terdampak. Indonesia pun termasuk di dalamnya. Persoalan yang tidak ringan ini tidak hanya membawa dampak pada dimensi kesehatan tetapi juga ekonomi dan sosial.
Namun dalam penanganan Covid-19 diharapkan keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi, karena jika penanganan hanya dilakukan pada dimensi kesehatan akan berdampak pada tertekannya ekonomi, meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. “Jika hanya menyelamatkan ekonomi, akan mengorbankan kesehatan publik. Dua-duanya harus diselamatkan dengan keseimbangan. Kesehatan jadi prioritas karena masalah kemanusiaan, namun perlu juga dipikirkan agar ekonomi bisa survive. Oleh karena itu harus dicari rumus keseimbangan menyelamatkan keduanya,’’ ujarnya.
Menurut Tito Karnavian, hal inilah yang menjadi tantangan para pengambil kebijakan. Dalam mengambil kebijakan, pengambil kebijakan harus berdasarkan landasan dasar-dasar keilmuan yang sudah teruji secara ilmiah.
Penanganan Covid-19 juga harus menggunakan berbagai disiplin ilmu, tidak bisa satu disiplin ilmu. “Mahasiswa yang mengiktui program nasional KKN tematik diharapkan memberikan kontribusi konkret dalam memecahkan persoalan-persoalan di desa dan kota, terutama dalam menghadapi Covid-19 ini. Oleh karena itu, KKN dengan turun langsung ke bawah, melihat langsung apa yang terjadi, akan sangat bermanfaat karena pandemi ini pengalaman langka, sehingga mahasiswa diharapkan turun langsung melihat, belajar memahami langsung,” ujarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, sejak kegiatan belajar mengajar melalui virtual, kegiatan perkuliahan terus berinovasi. Hal itu pun ia apresiasi.
Berbagai inovasi juga telah dilakukan mahasiswa yang melaksanakan pengabdian kepada masyarakat (PKM) sejak April, sebanyak 15.000 mahasiswa terjun sebagai relawan memitigasi Covid-19. Saat ini, katanya, program KKN yang merupakan bentuk kepedulian mahasiswa atas permasalahan di desa dan di kota juga dilaksanakan.
KKN yang telah menjadi tradisi sejak 1971 mampu menguatkan empati, kesetiakawanan sosial, sekaligus kemampuan untuk memahami dan memberi solusi atas berbagai permasalahan. Kemendikbud berkolaborasi dengan BNPB dan Kementerian Dalam Negeri menjalankan program nasional KKN tematik untuk penanganan Covid-19. “Lebih dari 5.600 mahasiswa dari 200 perguruan tinggi terlibat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk beradaptasi kebiasaan baru sekaligus aktualisasi kebijakan merdeka belajar,” katanya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, generasi muda selalu memiliki peran sebagai agen perubahan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa sebagai representasi pemuda merupakan aset berharga bangsa Indonesia dan dapat berperan dalam penanggulangan bencana seperti Covid-19 saat ini.
Ditegaskan, peran mahasiswa dalam KKN tematik Covid-19 menunjukkan kreativitas mahasiswa dalam memetakan masalah, membangun komunikasi dan mencarikan solusi bagi masyarakat, tidak hanya dalam upaya menjalankan protokol kesehatan (prokes) tetapi juga memahami permasalahan kebutuhan ekonomi untuk dapat menjadi masyarakat yang produktif dan aman Covid-19. ‘’Pelaksanaan KKN tematik ini dijalankan dengan konsep mahasiswa menjadi pionir, sehingga keberlanjutan interaksi mahasiswa dan masyarakat dapat dijalankan secara berkesinambungan,’’ tegasnya.
Lawan Covid-19
Sejak awal pandemi, sekelompok pemuda menghimpun diri menjadi relawan pandemi Covid-19. Mereka awalnya berjumlah 150 orang. Perkumpulan pemuda ini kemudian dilaporkan ke Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, mereka dikoordinir untuk menyebarkan ‘’virus’’ perubahan perilaku.
Menurut Ketua Tim Koordinator Relawan Satgas Covid-19, Andre Rahadian, pengumpulan relawan ini diawali dengan melihat pemberitaan tentang Covid-19. ‘’Karena pada saat itu sudah ada yang kena, tapi belum banyak,’’ ujarnya.
Dari situ pihaknya melihat permasalahan Covid-19 harus ditangani dengan gerakan berskala nasional. Dengan menjadi relawan yang otomatis masuk ke dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19, berarti pemerintah melihat pentingnya relawan ini. “Karena pemerintah juga sibuk mengurus fasilitas kesehatan, membuat relawan terpanggil untuk bekerja sama,” katanya.
Saat menghimpun diri, ia pun tidak tahu bentuk kerelawanan yang akan dilakukan dalam penanganan Covid-19. Banyak elemen, organisasi, pemuda dari berbagai daerah dan masyarakat tergabung di dalamnya hingga akhirnya ia membuat database menggunakan daring mengingat pengumpulan langsung tidak bisa dilakukan. “Terkumpul 32.000 relawan,’’ ungkapnya.
Bencana non-alam pertama selama hidupnya ini membuatnya membiasakan mengubah perilaku. Bahkan, relawan yang identik dengan posko dan berkumpul tidak terjadi pada bencana ini.
“Kami membiasakan bergerak bersamaan tanpa harus berkumpul, di situ tantangannya. Kami terus melakukan pelatihan penanganan Covid-19, apa yang bisa diberikan oleh relawan. Di awal, kami sempat terkendala dengan ketersediaan APD dan masker,” tuturnya.
Kemudian dinamika penanganan Covid-19 sampai pada PSBB. Dampaknya langsung terasa ke masyarakat terutama dampak ekonomi. Bersama relawan, ia membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi dengan memberikan sembako, membantu mahasiswa pulang ke kampung halamannya, membantu ekonomi dengan menyediakan warung-warung murah. Mulai menurunnya kasus, menurutnya, merupakan salah satu keberhasilan relawan.
Andre Rahadian berharap momen Sumpah Pemuda ini menjadi semangat baru para relawan yang telah berjuang kurang lebih tujuh bulan. ‘’Pada 1928, pemuda meniatkan diri melawan penjajah dengan sumber daya yang ada, saat ini pemuda berjuang melawan Covid-19. Hari Sumpah Pemuda ini mengingatkan para relawan bahwa Covid-19 belum usai, sehingga harus terus berjuang bersama-sama sehingga bisa memutus Covid-19,’’ tegasnya. (Citta Maya/balipost)