Sejumlah naker migran turun di Pelabuhan Benoa. Mereka dibawa ke Bali menggunakan kapal pesiar MV Voyager of the Sea, Rabu (16/4). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI sudah mencabut Surat Keputusan (SK) Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 151 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Dari sekitar 22 ribu naker migran yang pulang ke Bali pun, seribuan orang sudah mulai berangkat ke kapal pesiar.

Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Bali I Dewa Putu Susila mengatakan dalam waktu 3 bulan terakhir ini pelaut asal Bali sudah mulai berangkat ke kapal pesiar. Sebagian besar berangkat ke wilayah Eropa.

Walaupun sebagian kapal masih beroperasional dengan kru yang minimal, ini disebutnya merupakan anugerah. Sebab, setelah sekian lama digantung oleh kondisi, akhirnya ada celah bagi para pelaut ini bernafas sedikit lebih lega.

“Semenjak pandemi ada sekitar 22 ribu pelaut yang dipulangkan. Untuk mencari penghasilan lainnya, mereka banyak beralih ke bisnis online, pertanian, ada juga yang masih memiliki tabungan untuk digunakan. Tapi tidak sedikit yang benar-benar kewalahan di masa pandemi ini,” ungkapnya.

Baca juga:  Garasi di Suradipa Longsor, Tiga Mobil dan Pelinggih Rusak

Ia juga menginformasikan, sampai akhir tahun nanti ada sekitar 4.000 sampai 6.000 pelaut yang dibutuhkan untuk berangkat ke kapal pesiar. “Namun, untuk proses lebih lanjutnya belum dapat dipastikan,” ujar Susila saat wawancara khusus Bali Post Talk edisi khusus HUT ke-72 Bali Post.

Untuk itu, ia mengimbau para pelaut yang masih ada di Bali dan belum menerima panggilan atau kesempatan untuk berangkat agar mempersiapkan saja dokumen yang sudah habis masa berlakunya. Persiapan awal patut dilakukan untuk mengantisipasi kesempatan yang sewaktu-waktu bisa datang.

Baca juga:  Pemerintah Australia Jemput Seratusan Warganya di Bali

Di luar hal tersebut, ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari pandemi COVID-19. Yakni mengenai aturan yang seharusnya dikhususkan untuk pelaut.

Sebab, banyak pekerja yang tidak memiliki data vallid, sehingga menyulitkan dalam mengklaim program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan meringankan beban masyarakat di tengah pandemi. Terutama, bagi yang bekerja di bawah payung pariwisata.

“Dari total pelaut yang ada di Bali, terhitung kurang lebih 26.000 orang. Sampai saat ini belum satu pun pekerja yang tersentuh bantuan pemerintah yakni bantuan langsung tunai (BLT). Faktanya, syarat utama untuk mendapatkan bantuan tersebut adalah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, sedangkan bagi pelaut yang bekerja di kapal tentunya tidak memiliki syarat tersebut,” imbuhnya.

Baca juga:  Tambahan Harian Kasus COVID-19 Nasional di Turun, Jumlahnya di Bawah 6.000

Ia juga mengharapkan pernyataan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengenai bebas biaya untuk Swab test bagi pelaut yang bersiap untuk berangkat. Karena, di kondisi serba sulit ini, biaya untuk melakukan tes tersebut lumayan berat.

Mulai dari proses akan berangkat sampai di kapal, kurang lebih harus melalui beberapa kali tes swab. “Jadi, harapannya tentu agar direalisasikan statement mengenai pembebasan biaya tes tersebut bagi pelaut yang akan berangkat. Yang perlu dilakukan adalah menyinergikan sistem yang sudah ada,” jelasnya.

Ia juga berharap agar ada aturan khusus untuk pelaut, khususnya di Bali. “Kalau ditanya, para pekerja pelaut kebanyakan bergantung pada pariwisata, tentunya perlu diperhatikan secara khusus,” tutupnya. (Githa/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Bagaimana dengan pariwisata di Bali untuk wisman? Kapan akan di realisasikan pembukaannya? Sementara kita sudah sangat siap menyambut para wisman datang ke Bali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, jangan hanya para pekerja migran aja

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *