DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali telah resmi melaporkan Anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) kepada Tim Kerja Badan Kehormatan DPD RI di Gedung MPR/DPR/DPD-Senayan, Jakarta, Selasa (10/11). Laporan ini, dalam rilis yang diterima terkait kasus dugaan pelecehan, penghinaan dan penistaan terhadap keyakinan agama Hindu Drestha Bali dan Adat Istiadat Masyarakat Bali yang dilakukan AWK.
“Pelaporan yang dilakukan MDA merupakan sikap tegas dan bentuk pertanggungjawaban kepada Masyarakat Adat Bali,” ujar Patajuh Bandesa Agung, Dr. Made Wena didampingi Prajuru MDA Bali, Putu Hendra Sastrawan.
Menurut Wena, hal ini berkaitan dengan fungsi MDA sebagai pasikian 1.493 Desa Adat Se-Bali, yakni berkomitmen untuk menjaga adat istiadat dan kearifan lokal di Bali. Wakil Ketua Majelis Adat ini menjelaskan, pelaporan yang dilakukan tersebut merupakan langkah tegas dalam upaya mendorong BK DPD RI untuk segera mengambil tindakan.
“Ini juga berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam menciptakan stabilitas sosial di Bali, sehingga kita bisa fokus lagi pada pemulihan ekonomi,” paparnya.
Wena meyakini BK DPD RI akan bisa menjawab keresahan masyarakat Bali untuk segera menjatuhkan sanksi tegas, atau jika memungkinkan, segera memberhentikan oknum Anggota DPD RI Arya Wedakarna, agar tidak terus menciptakan kegaduhan dan keresahan di kalangan masyarakat adat di Bali.
Ada 4 aspek utama alasan dilaporkannya AWK karena situasi dan kondisi Masyarakat Adat Bali tidak nyaman akibat perilaku AWK.
Pertama, ucapan Arya Wedakarna yang menyatakan “Seks Bebas Boleh, Sepanjang Memakai Kondom” yang disampaikan di hadapan siswa siswi dan guru di SMAN 2 Tabanan yang belakangan viral dan menimbulkan kegaduhan di Bali hingga memicu banyak komentar secara nasional.
Kedua, ujaran Arya Wedakarna yang mengkritisi eksistensi antar sulinggih, bahkan mendoakan sulinggih (pemuka agama Hindu Drestha Bali) pendek umur.
Ketiga, ucapan Arya Wedakarna secara terbuka tentang Bethara Dalem Peed, Bethara Tohlangkir, Bethara Semeru bukan dewa, tetapi mahluk suci yang bertentangan dengan teology Hindu Drestha Bali. Juga berujung pada rasa ketersinggungan dan tersakitinya perasaan Umat Hindu Drestha Bali, hingga menimbulkan dampak keresahan dan aksi unjuk rasa di beberapa lokasi.
Keempat, tindakan Arya Wedakarna yang melakukan mediasi di Desa Adat tanpa sepengetahuan Majelis Desa Adat yang berujung pada munculnya permasalahan baru dan keresahan di kalangan Masyarakat Adat di Bali.
MDA Provinsi Bali diterima pada sesi pertama sebelum sesi klarifikasi terhadap Oknum Anggota DPD RI yang bersangkutan dan pengaduan elemen masyarakat Bali yang tergabung dalam Forum Komunikasi Taksu Bali bersama tim hukum Bali Metangi. Delegasi Majelis Desa Adat Bali disambut dan diterima langsung oleh Tim Kerja BK DPD RI secara lengkap yakni Bustami Zainudin, Muhammad Nuh dan TGB. Ibnu Khalil didampingi 3 (tiga) pejabat kesekretariatan DPD RI. (kmb/balipost)