DENPASAR, BALIPOST.com – Perekonomian Bali hingga triwulan III belum menunjukkan pergerakan signifikan, terutama jika dibandingkan periode sama tahun lalu. Meski di triwulan III sudah ada pergerakan positif bila dibandingkan triwulan sebelumnya, daya tahan ekonomi Bali dikhawatirkan melemah.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (FEB Unud) Prof. Wayan Suarthana mengatakan, titik kritis perekonomian Bali 2021 ada pada Desember 2020 dan Januari 2021. Jika dua bulan tersebut pandemi sudah landai menuju angka psikologis nol dan situasi kondusif maka perekonomian dan kondisi fiskal pemerintah daerah akan aman.
Oleh karena itu, APBD Provinsi Bali harus selaras dengan APBN tahun 2021 yang mengacu pada tiga sasaran, yakni percepatan pemulihan ekonomi sosial pasca-COVID-19, meningkatkan produktivitas, inovasi dan daya saing nasional dan mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital. “Pemerintah provinsi harus melihat terlebih dahulu pengaruh dana hibah pariwisata terhadap perekonomian Bali. Kalau uangnya bisa berputar di Bali, maka perekonomian Bali akan sedikit tertolong. Hibah dana pariwisata kalau terserap semuanya, paling tidak 80 persen dan lokusnya di Bali, maka akan menjadi pengungkit yang bagus,” ujar Suarthana, Kamis (12/11).
Suarthana mengatakan, pemerintah provinsi tetap mengandalkan dana transfer dari pusat misalnya dana desa. Sedangkan birokrat teknis sama seperti tahun 2020 yaitu berupaya melakukan rasionalisasi anggaran. “Jadi pos perencanaan semua bersifat kontijensi karena ketidakpastian masih tinggi. Oleh karena itu tetap fokus pada pemulihan masalah kesehatan, harapannya vaksin bisa bekerja efektif, sehingga trust menjadi tinggi,” ujarnya.
Mengingat fokus pemerintah daerah dalam tahap konsolidasi sehingga berdampak pada minimnya proyek, maka diharapkan sektor keuangan tetap stabil. Sektor keuangan dalam bentuk lembaga keuangan yang ada di Bali seperti perbankan, koperasi, BUMDesa dan LPD diharapkan tetap bisa berjalan meski tertatih-tatih untuk membantu pemerintah. “Kalau yang likuiditasnya masih sehat agar tetap menyalurkan kreditnya meski penuh dengan kehati-hatian. Saya pikir stimulus masih menjadi daya dukung utama,” imbuhnya.
Menurut Suarthana, selama ini pemkab/pemkot mengandalkan PHR dalam postur APBD-nya. Sementara selama pandemi Covid-19, PHR dibebaskan atau direlaksasi. Dengan menaati aturan yang berlaku, seyogianya pemda memohon kompensasi kepada pemerintah pusat atas pembebasan PHR tersebut. “Ini ukurannya jelas dan tercatat di Bapenda karena wajib pajak tetap wajib untuk melaporkannya,” katanya.
Perlu Terobosan
Sementara itu, pengamat ekonomi Viraguna Bagoes Oka mengatakan diperlukan terobosan dari pemerintah daerah dalam menyikapi dampak pandemi terhadap perekonomian. Sebab, dengan minimnya proyek infrastruktur di 2021, akan ada instansi teknis seperti PU terancam menganggur atau minim proyek.
Menurut Viraguna Bagoes Oka, hal ini akan berdampak pada sektor swasta seperti kontraktor, ritel, perdagangan, dan jasa pertukangan. Sektor swasta yang selama ini kontribusinya cukup besar terhadap ketenagakerjaan dan daya beli akan melemah dengan minimnya proyek pemerintah. “Dalam situasi ini, kecerdasan pemimpin diuji. Pemimpin daerah harus mampu memikirkan pengelolaan keuangannya agar memberi dampak ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat,” katanya mengingatkan.
Viraguna menambahkan sudah saatnya pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota melakukan terobosan yang strategis dan fundamental yang bisa menjadi inspirasi dalam semangat Bali Bangkit. Terobosan tersebut, katanya, di antaranya melakukan transformasi birokrasi dan pelayanan publik yang lebih berorientasi kepada hasil.
Contohnya, melakukan evaluasi untuk optimalisasi kinerja badan usaha milik pemda atau pemprov yang berdasarkan hasil dan target laba yang telah ditetapkan di awal tahun. “Saat ini banyak permasalahan atas tatanan ekonomi dan keinginan terwujudnya ekonomi yang berkeadilan baik lokal, nasional maupun global. Untuk mewujudkan ekonomi nasional dan lokal yang adil dan damai tidak boleh bersifat eksploitatif karena ekonomi yang eksploitatif hanya bisa dipertahankan dengan kebohongan dan kekerasan semata,” katanya.
Dengan semangat Bali Bangkit dan kebulatan tekad serta disiplin, ia berharap seluruh pemimpin formal atau informal, tokoh desa adat (MDA) dan pelaku usaha atau dunia usaha serta komponen masyarakat Bali lainnya melaksanakan penerapan ekonomi Bali era baru yang berkeadilan dan noneksploitatif. (Citta Maya/balipost)