DENPASAR, BALIPOST.com – Bali terdampak paling besar karena pandemi COVID-19 ini. Tidak hanya memukul perekonomian Bali namun juga pelaku usaha Bali yang notabene tidak hanya pelaku usaha pariwisata tetapi juga nonpariwisata. Untuk memutar perekonomian Bali ini kembali, perlu kerja keras dan dorongan dari semua pihak.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Perizinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Yan Jimmy Hendrik Simarmata, mengatakan berdasarkan data serapan kredit dari Januari hingga Agustus 2020 mencapai Rp 92,36 triliun, tumbuh 1,52 persen. Sebagian kredit tersebut digunakan untuk modal kerja sebesar Rp 34,351 triliun, untuk investasi sebesar Rp 22,819 triliun, dan konsumsi sebesar Rp 35,469 triliun. ‘’Penggunaan kredit tertinggi adalah untuk sektor bukan lapangan usaha sebesar Rp 35,469 triliun lebih,’’ ujar Jimmy Hendrik, Senin (16/11).
Berdasarkan sektor, katanya, serapan kredit terbesar kedua yaitu pada sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp 26 triliun lebih, sektor penyediaan akmamin sebesar Rp 10 triliun lebih. Menghadapi kondisi ketidakpastian ekonomi, OJK telah menyiapkan enam inisiatif strategis kebijakan pada 2021 untuk menghadapi berbagai perkembangan dan tantangan di sektor jasa keuangan, termasuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Jimmy Hendrik memaparkan, enam inisiatif strategis 2021 tersebut, yakni arah pengembangan dan pengawasan Sektor Jasa Keuangan (SJK), penajaman pengawasan SJK terintegrasi berbasis teknologi informasi, percepatan digitalisasi serta optimalisasi ekosistem digital dan literasi digital untuk mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), perluasan akses keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan UMKM dan PEN, penguatan ketahanan dan daya saing SJK dan pengembangan sustainable finance.
Dalam situasi ekonomi tidak normal ini, katanya, OJK telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit. Berdasarkan data terakhir per September 2020, data outstanding restrukturisasi kredit di Bali telah mencapai Rp 33,92 triliun. Dari data tersebut, sebanyak 182.476 rekening dengan total kredit Rp 28,09 triliun telah mendapatkan restrukturisasi. Khusus untuk bank umum di Bali, terdapat 197.706 rekening terdampak dengan besaran kredit Rp 27,86 triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 20.734 rekening dengan total kredit Rp 4,56 triliun telah mendapatkan restrukturisasi.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utama Bank BPD Bali I Nyoman Sudharma mengatakan, Bank BPD Bali telah berupaya membantu pelaku usaha di Bali yang terdampak dengan memberikan bantuan PEN berupa restrukturisasi kredit. Sementara nasabah produktif yang usahanya masih berjalan dengan baik dan membutuhkan modal kerja tambahan, bisa memberikan tambahan modal kerja. ‘’Tentunya dengan skema PEN baik penjaminan maupun lainnya,’’ ujarnya.
Menurut Sudharma, sampai Oktober Bank BPD Bali telah menyalurkan kredit Rp 18,9 triliun. Sementara Bank BPD Bali yang juga terpilih sebagai bank untuk penempatan dana negara sebesar Rp 700 miliar, sampai November 2020 telah menyalurkannya kepada pelaku usaha dalam bentuk kredit sebesar Rp 1,58 miliar. “Jadi, syarat leverage dua kalinya sudah terpenuhi,’’ katanya dan menambahkan, UMKM juga mendapat subsidi bunga dan tambahan subsidi bunga sesuai dengan program pemerintah.
Ketua Kadin Bali Made Ariandi berharap pengusaha mendapat kebijakan khusus dari perbankan dalam situasi yang tidak norma ini. Selain itu, pengusaha juga membutuhkan soft loan (pinjaman lunak) untuk kembali bangkit secara perlahan-lahan. (Citta Maya/balipost)