TABANAN, BALIPOST.com – Sebagai daerah lumbung beras Bali, Kabupaten Tabanan memiliki jejak peninggalan budaya agraris dari awal sampai pascapanen. Ada perlengkapan berupa jineng ketungan dan lesung.
Sayangnya, seiring perkembangan jaman, budaya agraris tradisipun mengalami perubahan struktural dan keberadaannya hampir punah. Mengangkat lagi keberadaan budaya agraris, Museum Subak Sanggulan menggelar seminar kajian koleksi ‘Ketungan,’ Selasa (24/11).
Ketua UPTD Museum Subak, Tabanan, Ida Ayu Pawitrani mengatakan, budaya agraris saat ini telah mengalami pergeseran. Meski sudah terpinggirkan, budaya agraris salah satunya ketungan digunakan sebagai sarana pertunjukan kesenian.
Terkait kajian koleksi ‘ketungan’ menghadirkan empat pembicara, salah satunya Ketua Listibya Tabanan, I Made Wardana. Wardana memaparkan jika keberadaan ketungan kini kondisinya memprihatinkan dan tidak lagi berfungsi bahkan hampir punah.
Bahkan dari hasil pengamatan di daerah rejasa Tengkudak, Pura Luhur Batukau, Baturiti, Kediri dan Kaba-kaba, Ketungan diletakkan di sembarang tempat, sehingga ketungan gampang dicari rayap hingga menjadi rusak, dan dijadikan tempat duduk dengan dibalik.
Lanjut kata Wardana, di sejumlah daerah kondisi Ketungan ibarat 3T (Terpojok, Terpinggirkan dan Tidak Terpakai).
“Perkembangan kepariwisataan di Bali yang sangat pesat serta era globalisasi dan modernisasi telah mengubah peranan sektor pertanian di Tabanan, dan proses kegiatan di sawah padi menjadi beras banyak menggunakan mesin,” terangnya. (Puspawati/balipost)
Subak sudah menjadi sobek.. banyak balai subak tak lagi terpakai untuk pertemuan, mungkin juga pura subak kelak ditinggallkan… sekarang justru didirikan museum subak yg justru menambah titik terang akan punahnya subak dimasa datang..justru bukan usaha unt melestarikan subak itu sendiri.